BAB I
PENDAHULUAN
Islam sangat
memperhatikan pentingnya ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam kehidupan
umat manusia. Martabat manusia disamping ditentukan oleh peribadahannya kepada
Allah, juga ditentukan oleh kemampuannya mengembangkan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni. Bahkan di dalam al-Quran sendiri Allah menyatakan bahwa
hanya orang yang berilmulah yang benar-benar takut kepada Allah.
Islam merupakan agama yang benar di sisi Allah SWT. Dalam Al-Quran
surat pun telah dijelaskan tentang kebenaran dan kesempurnan Islam. Allah telah
menurunkan Al-Quran sebagai kitab umat Islam yang menyempurnakan kitab-kitab
sebelumnya yang sudah tidak sesuai dengan zaman. Berbeda dengan kitab Allah
yang lain, Al-Quran berlaku sepanjang masa bagi seluruh umat manusia, bukan
hanya khusus bagi satu kaum saja. Allah juga menjaga keaslian dan kemurnian
Al-Quran dari kepalsuan yang dapat merubah isi asli dari Al-Quran.
Melihat fakta itu, sudah sepantasnya Al-Quran dijadikan pedoman dan
penuntun hidup dalam menjalankan keseharian oleh umat Islam sedunia. Dalam
kitab inipun telah tercantumkan segala pengetahuan tentang alam semesta. Proses
terjadinya alam dan gambaran kehancuran dunia ketika kiamat. Al-Quran mencakup
seluruh aspek kehidupan makhlik di dunia, tenteng syariat, perintah dan
aturan-aturan hidup yang bersumber langsung dari kalam Allah SWT yang
diwahyukan kepada nabi Muhammad.
Segala macam ilmu pengetahuan terkini telah tercantum dalam
Al-Quran. Tak terkecuali tentang IPTEKS yang saat ini telah banyak dikembangkan
manusia. Semua itu hakikatnya bersumber dari kitab Allah yang suci
BAB II
PEMBAHASAN
Iptek, Seni, dalam Islam
A.
Pengertian IPTEKS, dan Seni
Berdasarkan
sudut pandang filsafat ilmu, pengetahuan dan ilmu pengetahuan
mempunyai makna yang berbeda. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang
diketahui manusia melalui pancaindra.
Ilmu
adalah pengetahuan yang telah disusun, diklasifikasikan, dan diverifikasi
sehingga menghasilkan kebenaran objektif dan dapat diuji ulang secara ilmiah.
Dalam Al-Quran ilmu digunakan dalam proses pencapaian pengetahuan dan objek
pengetahuan sehingga memperoleh kejelasan. Kata ilmu dengan berbagai bentuknya
terulang 854 kali dalam Al-qur’an. Kata ini digunakan dalam arti proses pencapaian
pengetahuan dan obyek pengetahuan sehingga memperoleh kejelasan.
Dalam kitab Ihya'
Ulumuddin, Al Ghazali berpendapat bahwa ilmu terbagi ke dalam dua bagian,
yaitu ilmu yang berkaitan dengan aqidah dan ibadah wajib, dimana setiap orang wajib
mendalaminya dan ilmu yang berkaitan dengan ruang public, misalnya ilmu
kedokteran, ilmu sosiologi, ilmu komputer, dan lain-lain, yang tidak semua
orang wajib mempelajarinya.
Menurut Afzalur Rahman dalam Ensiklopediana Ilmu dalam Al-Quran,
Ilmu dapat menggapai Sang Pencipta melalui observasi yang teliti dan tepat
tentang hukum-hukum yang mengatur alam.
Konsep ilmu sendiri menurut Al Quran telah dijelaskan dalam Qs. Ali
Imran ayat 190-191:
"Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya siang dan malam,
terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Yaitu) Orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring, dan
mereka memikirkan penciptaan langit dan bumi".
Teknologi. Menurut ahli sosiologi Manuel Castells seperti
dikutip Capra (2004, 107) mendefinisikan teknologi sebagai kumpulan
alat, aturan dan prosedur yang merupakan penerapan pengetahuan ilmiah terhadap
suatu pekerjaan tertentu dalam cara yang memungkinkan pengulangan. Teknologi
bagai pisau bermata dua. Memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif
nya dapat memberi kemajuan dan kesejahteraan bagi manusia, sedangkan dampak
negatif nya adanya ketimpangan dalam kehidupan manusia yang dapat menimbulkan
kehancuran alam semesta.
Seni berasal dari bahasa latin dari kata Ars atau Art
(Inggris) yang artinya kemahiran. Ada juga yang mengatakan kata seni berasal
dari bahasa Belanda yang artinya jenius. Sementara kata seni dalam
bahasa Indonesia berasal dari kata sangsekerta yang berarti pemujaan. Dalam
bahasa tradisional jawa, seni artinya Rawit atau pekerjaan yang rumit.
Menurut Ahdian Karta Miharja,
seni adalah kegiatan rohani yang merefleksikan realitas dalam suatu karya yang
bentuk dan isinya mempunyai untuk membangkitkan pengalaman tertentu dalam
rohaninya penerimanya, sedangkan menurut KI Hajar Dewantara seni adalah segala
perbuatan manusia yang timbul dari perasaan dan sifat indah, hingga menggerakan
jiwa perasaan manusia.
Allah melalui kalamnya di Al-Qur’an mengajak manusia
memandang seluruh jagat raya dengan segala keserasian dan keindahannya. Allah
berfirman:
“Maka apakah mereka tidak melihat ke langit yang ada di
atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya, dan tiada baginya
sedikit pun retak-retak?” [QS 50: 6].
B. Syarat-syarat Ilmu
Dari sudut
pandang filsafat, ilmu lebih khusus dibandingkan dengan pengetahuan. Suatu
pengetahuan dapat dikategorikan sebagai ilmu apabila memenuhi tiga unsur pokok
sebagai berikut:
1) Ontologi artinya bidang
studi yang bersangkutan memiliki obyek studi yang jelas. Obyek studi harus
dapat diidentfikasikan, dapat diberi batasan, dapat diuraikan, sifat-sifatnya
yang esensial. Obyek studi sebuah ilmu ada dua yaitu obyek material dan obyek
formal.
2) Epistimologi artinya
bidang studi yang bersangkutan memiliki metode kerja yang jelas. Ada tiga
metode kerja suatu bidang studi yaitu metode deduksi, induksi dan induksi.
3) Aksiologi artinya bidang
studi yang bersangkutan memiliki nilai guna atau kemanfaatannya. Bidang studi
tersebut dapat menunjukkan nilai-nilai teoritis, hukum-hukum, generalisasi,
kecenderungan umum, konsep-konsep dan kesimpulan-kesimpulan logis, sistematis
dan koheren. Dalam teori dan konsep terseubut tidak terdapat kerancuan atau kesemerawutan
pikiran, atau penetangan kondtradiktif diantara satu sama lainnya.
C.
Sumber Ilmu
Pengetahuan
Dalam pemikiran
Islam ada dua sumber ilmu yaitu akal dan wahyu. Keduanya tidak boleh
dipertentangkan, karena manusia diberi kebebasan dalam mengembangkan akal
budinya berdasarkan tuntutan Al-Qur’an dan
sunnah rasul. Atas dasar itu, ilmu dalam pemikiran Islam ada yang bersifat
abadi (perennial knowledge) dan tingkat kebenarannya bersifat mutlak (absolute)
karena bersumber dari wahyu Allah dan ilmu yang bersifat perolehan (aquired
knowledge) tingkat kebenarannya bersifat nisbi (relative) karena
bersumber dari akal pikiran manusia.
Maka dari itu tidak ada istilah final
dalam suatu produk ilmu pengetahuan, sehingga setiap saat selalu terbuka
kesempatan untuk melakukan kjian ulang atau perbaikan kembali. Kedua sumber
ilmu tadi akan dijelaskan sebagai berikut:
1) Sumber ilmu dari Allah SWT atau
Wahyu
Ilmu yang
bersumber pada agama atau Allah SWT diturunkan kepada manusia melalui para
Rasul-Rasul Allah, berupa wahyu Allah yang diabadikan dalam kitab suci
masing-masing diantaranya:
- Zabur (mazmur), kitab Nabi Daud as.
- Taurat (thorah), kitab Nabi Musa as.
- Injil, kitab Nabi Isa al-masih as.
- Al-Quranul karim, kitab Nabi Muhammad SAW.
2) Sumber ilmu dari akal atau
Filsafat
Semua ilmu
pengetahuan yang kita kenal sekarang ini bersumber dari Filsafat (Philosophia),
yang dianggap sebagai induk dari segala ilmu pengetahuan. Filsafat pada masa
itu mencakup pula segala pemikiran mengenai masyarakat. Lama-kelamaan sejalan
dengan perkembangan zaman dan tumbuhnya peradaban manusia, berbagai ilmu
pengetahuan yang semula tergabung dalam filsafat, memisahkan diri dan
berkembang mengejar tujuan masing-masing. Dalam islam kita juga mengenal banyak
ilmuwan-ilmuwan atau para filosof misalnya, Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam
Syafi’i, dan Imam Hambali adalah tokoh islam dalam bidang ilmu fiqih, Abu Hasan
Al Asy’ari adalah tokoh ilmuwan muslim di bidang ilmu tauhid, Imam
Ghazali adalah tokoh yang terkenal dalam bidang ilmu tafsir, ilmu fiqih, ilmu
filsafat, dan ilmu akhlak, Ibnu Sina adalah tokoh dalam bidang kedokteran dan
filsafat, Al Biruni adalah ahli dalam ilmu fisika dan ilmu astronomi, Jabir ibn
Hayyan adalah ahli kimia dari kalangan kaum muslimin, Al Khawarizmi di bidang
matematika dan Al Mas’udi yang terkenal sebagai ahli geografi serta sejarah.
Dari berbagai
ragam ilmu pengetahuan yang berinduk dari filsafat tersebut pada garis besarnya
dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu:
- Ilmu-ilmu Alamiah (Natural Sciences), yang meliputi fisika, kimia, astronomi, biologi, botani dan sebagainya.
- Ilmu-ilmu Sosial (Social Sciences), yang terdiri dari sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, politik, sejarah, hukum dan sebagainya.
- Ilmu-ilmu budaya (Humanities), yang terdiri dari cinta kasih, agama, ilmu, budaya, kesenian, bahasa, kesusastraan dan sebagainya.
D.
Integrasi Iman,
Ipteks dan Amal
Dalam pandangan
Islam, agama, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni mempunyai hubungan yang
harmonis dan dinamis yang terintegrasi dalam suatu sistem Dienul Islam (agama
islam). Dalam Al-Quran surat Ibrahim: 24-25, Allah telah memberian ilustrasi
indah tentang integrasi antara iman, ilmu dan amal. Unsur tersebut
mengumpamakan bangunan Islam seperti sebatang pohon yang kokoh. Iman
diidentikkan dengan akar dari sebuah pohon yang menopang
tegaknya ajaran Islam. Ilmu diidentikkan dengan batang pohon
yang mengeluarkan cabang-cabang ilmu pengetahuan. Sedangkan
teknologi dan seni ibarat buah dari pohon itu. Pengembangan IPTEKS yang
terlepas dari keimanan dan ketakwaan tidak akan menghasilkan manfaat bagi
umat manusia dan alam lingkungannya bahkan menjadi malapetaka bagi kehidupannya
sendiri. Ilmu-ilmu yang dikembangkan atas dasar keimanan dan
ketakwaan kepada Allah akan memberikan jaminan
kemanfaatan bagi kehidupan umat manusia termasuk bagi lingkungannya serta
mencerminkan suatu ibadah dalam prektiknya. Semua satu kesatuan tersebut
tidak lepas dari sumber-sumber kebenaran ilmiah dimana ada sebuah
keterkaitan Al-Quran dan Alam Semesta.
E.
Batasan
pengembangan IPTEKS dalam islam
- Al-Quran
- Hadist
- Ijtihad
Seni akan menjadi haram jika:
- Seni suara dan seni musik (membuat orang lupa akan Allah), Al-Khamr (minuman arak) , dan al-qainat (penyanyi cabul).
- Seni rupa (gambar, terutama patung), yang ada hubungannya dengan jiwa kemusyrikan dan penyembahan berhala. Pelukisan Tuhan merupakan menyekutukanNya sehingga itu merupakan kesenian yang diharamkan.
F.
Keutamaan Orang
Berilmu dan Beramal
Perbuatan baik
seseorang tidak akan bernilai amal shaleh apabila perbuatan tersebut
tidak dibangun atas nilai-nilai iman dan ilmu yang benar. Sama halnya dengan
perkembangan IPTEKS yang lepas dari keimanan dan ketakwaan tidak akan bernilai
ibadah serta tidak akan menghasilkan kemaslahatan bagi umat manusia dan alam
lingkungannya. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna,
kesempurnaannya karena dibekali seperangkat potensi. Potensi yang paling utama
adalah akal. Dan akal tersebut berfungsi untuk berpikir hasil
pemikirannya adalah ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Ilmu-ilmu yang dikembangkan atas dasar
keimanan dan ketakwaan pada Allah SWT, akan memberikan jaminan kemaslahatan
bagi kehidupan umat manusia termasuk bagi lingkungannya. Allah berjanji
dalam Q.S 58(Al-Mujadalah):11:
دَرَجَاتٍالْعِلْمَأُوتُوا
وَالَّذِينَ مِنْكُمْآَمَنُوا الَّذِينَ اللَّهُ يَرْفَعِ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.”
(QS. Al-Mujadilah: 11)
Menurut Al-Gazhali bahwa makhluk yang
paling mulia adalah manusia, sedangkan sesuatu yang paling mulia pada diri
manusia adalah hatinya, tugas utama pendidik adalah menyempurnakannya,
membersihkan dan mengiringi peserta didik agar hatinya selalu dekat kepada Allah
swt, melalui perkembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena
itu, para pendidik akan selalu dikenang oleh anak didiknya. Kemudian al-Gazhali
memberikan argumentasi yang kuat, baik berdasarkan al-Qur’an as Sunnah, maupun
argumentasi secara rasional. Sehingga kita dapat mengatakan bahwa mengajarkan
ilmu bukan hanya termasuk aspek ibadah kepada Allah swt, melainkan juga
termasuk khalifah Allah swt, karena hati orang alim telah dibukakan oleh Allah
SWT. Keutamaan orang yang berilmu menurut Al-Ghazali :
– Bagaikan
matahari, selain menerangi dirinya juga penerang orang lain.
–
Bagaikan minyak kasturi yang selalu menyebarkan keharuman bagi orang yang
berpapasan dengannya.
G.
Tanggung jawab
Ilmuwan Terhadap Lingkungan
Pada hakikatnya
manusia dan alam itu satu, dan berada dibawah hokum serta aturan yang satu
yaitu hukum alam. Kemudian gunung, daratan, padang pasir, sungai, hutan, danau,
semuanya itu hanyalah bagian dari alam saja. Ketika manusia berbuat baik
terhadap lingkungannya berarti baik pula terhadap dirinya sendiri, dan
sebaliknya. Para ilmuan tidak hanya memegang tanggungjawab terhadap
permasalahan sosial namun juga tanggung jawab terhadap lingkungan sekitar.
Dalam dimensi etis atau religious seorang ilmuan hendaknya tidak melanggar
kepatutan berdasarkan keilmuan yang ditekuninya. Karena tanggung jawab
ilmuwan merupakan ikhtiar mulia sehingga seorang ilmuwan tidak mudah tergoda,
apalagi tergelincir untuk menyalahgunakan ilmu yang dapat
merusak kehidupan alam.
Manusia telah diperingatkan Allah SWT
dan Rasul-Nya agar jangan melakukan kerusakan di bumi. Namun, manusia
mengingkari peringatan tersebut.
Allah SWT menggambarkan situasi ini dalam
Al-Qur’an:
“Dan bila dikatakan kepada mereka,
‘Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi’, mereka menjawab, ‘Sesungguhnya
kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” (QS Al-Baqarah:11)
Allah memberikan kita alam dengan
potensi yang melimpah yang bisa kita pakai untuk kebutuhan rohani, kebutuhan
lahiriah namun di sisi lain Allah juga memerintahkan kita untuk
mengembangkannya, tetap menjaga eksistensinya guna memenuhi kebutuhan anak cucu
kita selanjutnya. Mengabdi kepada AllahSWT dapat dilakukan beberapa cara,
yaitu:
1.
Mengabdi
langsung kepada Allah (vertikal)
- Menjaga hubungan sesama manusia (horizontal)
- Dan hubungan kita dengan alam sekitar (diagonal).
BAB III
KESIMPULAN
Ilmu
pengetahuan dalam Al-Qur‟an adalah proses pencapaian segala sesuatu yang
diketahui manusia melalui tangkapan pancaindra sehingga memperoleh kejelasan.
Teknolgi merupakan salah satu unsur budaya sebagai hasil penerapan praktis dari
ilmu pengetahuan yang obyektif. Seni adalah hasil ungkapan akal budi serta
ekspresi jiwa manusia dengan segala prosesnya. Seni identik dengan keindahan
dimana keindahan yang hakiki identik dengan kebenaran. Apabila manusia berlaku
adil dengan semua makhluk hidup dalam ini, maka disinilah letak
kebenaran norma moral yang baik karena manusia hidup tidak hanya untuk
beribadah kepada Allah akan tetapi, menjalin hubungan baik kepada sesama
manusia dan menjaga hubungan harmonis dengan alam sehingga terdapat hubungan
timbal balik yang selaras. Dalam pandangan Islam, antara iman, ilmu
pengetahuan, teknologi danseni terdapat hubungan yang harmonis dan dinamis yang
terintegrasi dalam suatu sistem yang disebut Dienul Islam.
Pengembangan IPTEKS yang lepas dari
keimanan dan ketakwaan tidak akan bernilai ibadah serta tidak akan
menghasilkan manfaat bagi umat manusiadan alam lingkungannya. Allah memberikan
petunjuk berupa agama sebagai alat bagi manusia untuk mengarahkan potensinya
kepada keimanan dan ketakwaan bukan pada kejahatan yang selalu didorong oleh
nafsu dan amarah. Karena pada dasarnya Manusia mendapat amanah
dari Allah sebagai khalifah untuk memelihara alam, agar terjaga kelestariannya
dan potensinya untuk kepentingan umat manusia. Oleh karena itu perlunya
keimanan sebagai pelengkap ilmu dalam penerapannya bukan hanya menghasilkan
keuntungan satu sisi saja.
DAFTAR PUSTAKA
Saifuddin
Anshari,Endang,”Wawasan Islam”,Raja Grafindo Persada,Jakarta:2003.
Mansoer,Hamdan
dkk,”Materi Instruksi Pendidikan Agama Islam di PerguruanTinggi Umum”,Direktorat
Perguruan Tinggi Agama Islam Departemen AgamaRI,Jakarta:2004.
Ali, Mohamad
Daud. (1998). Pendidikan Agama Islam.Rajawali Press.Jakarta.
No comments:
Post a Comment