MAKALAH
Filosofi Pendidikan Islam Tentang Proses Belajar Dan Mengajar
Disusun dan Diajukan Dalam Tugas Terstruktur Dalam Mata Kuliah
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Disusun Oleh:
Kelompok
9
Fiqih
Jourdan
Yuli Afra Lovita
Dosen
Pembimbing:
Bustian, M.A
Mahasiswa Jurusan Tarbiyah/Program Studi Pendidikan Bahasa Arab
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KERINCI
T.A. 2014/2015
BAB II
PEMBAHASAN
Filosofi Pendidikan Islam Tentang Proses
Belajar Dan Mengajar
Proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan intraksi antara guru dan
murid dimana akan diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Proses
pembelajaran juga diartikan sebagai suatu proses terjadinya intraksi antara
pelajar, pengajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran, yang berlangsung
dalam suatu lokasi tertentu dalam jangka satuan waktu tertentu pula.
Dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran
sebagai suatu proses intraksi antara guru dan murid dimana akan dikhiri dengan
proses evaluasi hasil belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang
berlangsung dalam suatu lokasi dan jangka waktu tertentu.
A.
Komponen-Komponen Proses Belajar Mengajar
1.
Kompetensi Guru
Secara Etimologi, istilah kompetensi berasal
dari bahasa Inggris yaitu competence. Kata competence
diartikan dengan kecakapan, kemampuan, dan wewenang. Sedangkan menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia kata kompetensi berarti sebagai wewenang atau kekuasaan
untuk menentukan dan memutuskan sesuatu.
Secara
Terminologi, istilah kompetensi diartikan berbeda-beda oleh para ahli:
- Zakiah Daradjat mengartikan kompetensi sebagai kewenangan atau kecakapan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu.
- Robert Houston mengartikan kompetensi dengan kemampuan yang memadai untuk melaksanakan tugas yang disertai dengan kemampuan, keterampilan dan kecakapan yang dituntut untuk itu.
- Nana Sudjana mengartikan kompetensi merupakan kemampuan dasar yang disyaratkan untuk memangku suatu profesi.
Jadi, berdasakan dari pendapat para ahli dan
definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan suatu kemampuan
yang dimilikioleh seseorang baik berupa ilmu pengetahuan, keterampilan maupun
kecakapan yang merupakan syarat untuk dapat melakukan suatu profesi atau
pekerjaan.
Guru sebagai pendidik merupakan pekerjaan atau
profesi yang memerlukan keahlian khusus untuk melakukannya. Pada dasarnya tugas
guru sebagai pendidik meliputi mendidik yang berarti meneruskan dan
mengembangkan nilai-nilai hidup, mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan melatih berarti mengembangkan
keterampilan-keterampilan pada siswa.[1]
Dalam Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005
tentang guru dan dosen terdapat 4 kompetensi yang harus dimiliki seorang guru,
yaitu sebagai berikut:
1)
Kompetensi Personal (Kepribadian)
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa dan berwibawa, menjadi teladan bagi
mahasiswa dan berakhlak mulia. Bagi seorang guru kompetensikepribadian ini
tidak bisa dinafikkan keberadaannya karena kepribadian dapat menentukan apakan
guru menjadi pendidik atau Pembina yang baik atau malah menjadi perusak peserta
didiknya dan menghancurkan masa depan peserta didiknya yang merupakan generasi
penerus hari depan, baik yang masih di sekolah dasar maupun yang sedang
mengalami kegoncangan jiwa (remaja).
Menurut Imam Al-Gazali yang dikutip oleh M.
Athiyah al-Abrasyi, bahwa guru sebagai pendidik agar memiliki sifat-sifat
sebagai berikut:
a)
Seorang guru harus menaruh rasa kasih sayang terhadap siswanya dan
memperlakukan mereka seperti perlakuan mereka terhadap anaknya sendiri.
b)
Tidak mengharapkan balas jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi
mencari keridhaan Allah.
c)
Mencegah siswa dari berakhlak yang tidak baik dengan cara yang
lemah lembut.
d)
Memperhatikan tingkat pemikiran mereka dan berbicara sesuai dengan
kemampuan mereka.
e)
Jangan timbulkan rasa benci pada diri siswa terhadap satu cabang
ilmu, tetapi bukakan jalan bagi mereka untuk cabang ilmu tersebut.
f)
Seorang guru harus mengamalkan ilmunya dan jangan berlainan kata
dengan perbuatan.
2)
Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik atau siswa yang meliputi pemahaman terhadap siswa,
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan siswa untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
3)
Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah kemampuan
penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan
membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam
standar pendidikan nasional. Seorang guru dapat dinilai berkompetensi secara
professional apabila:
a.
Guru mampu mengembangkan tanggungjawab dengan sebaik-baiknya
b.
Guru mampu melaksanakan peran-perannya secara berhasil
c.
Guru tersebut mampu bekerja dalam usaha mencapai tujuan Pendidikan
Nasional
d.
Guru mampu melaksanakan peranannya dalam proses pembelajaran
dikelas
4)
Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan guru dalam
membina dan mengembangkan interaksi sosial, baik sebagai tenaga profesional
maupun sebagai warga masyarakat.
Hal-hal yang harus dilakukan pendidikan agama
islam dalam kompetensi sosial adalah:
·
Berinteraksi
dengan sejawat untuk meningkatkan kemampuan professional
·
Berinteraksi
dengan masyarakat untuk pelaksanaan misi masyarakat.
2. Peserta Didik
Dalam
paradigm pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan
memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Disini, peserta didik merupakan makhluk Allah
yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan
baik bentuk, ukuran, maupun perimbangan pada bagian-bagian lainnya.dari segi
ruhaniah, ia memiliki bakat, memiliki kehendak, perasaan, dan pikiran yang
dinamis dan perlu dikembangkan.[2]
Berikut ini adalah pengertian peserta
didik dari sudut pandang Pendidikan Islam, yaitu :
a.
Muta’allim
Muta’allim adalah orang yang
sedang diajar atau orang yang sedang belajar. Muta’allim erat kaitannya dengan
mua’allim karena mua’allim adalah orang yang mengajar, sedangkan muta’allim
adalah orang yang diajar.
b.
Mutarabbi
Mutarabbi adalah orang yang
dididik dan orang yang diasuh dan orang yang dipelihara.
c.
Muta’addib
Muta’addib
adalah orang yang diberi tata cara sopan santun atau orang yang dididik untuk
menjadi orang baik dan berbudi.
Dalam
bahasa Indonesia ada tiga sebutan untuk pelajar, yaitu murid, anak didik dan
peserta didik. Istilah murid dalam Islam mengandung arti orang yang sedang
belajar, menyucikan diri dan sedang berjalan menuju Tuhan. Sebutan anak didik
mengandung arti guru menyayangi murid seperti anaknya sendiri, faktor kasih
sayang guru terhadap anak didik adalah satu kunci keberhasilan pendidikan,
sedangkan sebutan peserta didik adalah sebutan yang paling mutakhir, istilah
ini menekankan pentingnya murid berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian perubahan istilah dari murid ke anak didik kemudian menjadi
peserta didik, bermaksud memberikan perubahan pada peran pelajar dalam proses
pembelajaran.
Sementara
itu Abu Ahmadi menjelaskan bahwa peserta didik disebut juga anak didik atau
terdidik yang terdiri dari para individu dan membaginya berdasarkan tahap
perkembangan dan umur, menurut status dan tingkat kemampuan.
Dalam
Islam peserta didik adalah setiap manusia yang sepanjang hayatnya selalu berada
dalam perkembangan, jadi bukan hanya anak – anak yang sedang dalam pengasuhan
dalam pengasihan orang tuanya, bukan pula hanya anak – anak dalam usia sekolah,
tetapi mencakup seluruh manusia yang beragama Islam maupun tidak atau dengan
kata lain manusia secara keseluruhan. Hal
ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. Saba’ Ayat 28
!$tBur y7»oYù=y™ö‘r& žwÎ) Zp©ù!$Ÿ2 Ĩ$¨Y=Ïj9 #ZŽÏ±o #\ƒÉ‹tRur £`Å3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw šcqßJn=ôètƒ ÇËÑÈ
Artinya :
“Dan
kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai
pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan
manusia tiada mengetahui”.
B. Pola
sikap guru dan pola
sikap siswa dalam interksi eduktif
1. Pola
sikap guru terhadap siswa dalam interaksi edukatif pada pendidikan islam.
a.
Pola keikhlasan
Pola
keikhlasan, mengandung makna bahwa interaksi yang berlangsung bertujuan agar
siswa dapat menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkan tanpa mengharap ganjaran
materi dari interaksi tersebut, dan menganggap interaksi itu berlangsung sesuai
dengan panggilan jiwa untuk mengabdikan diri pada Allah dan untuk mengemban
amanah yang diberikan. Rasa ikhlas yang ada pun, menimbulkan rasa tanggung jawab
yang besar dalam diri guru untuk menjalankan tugas dengan baik.
S. Nasution,
MA. yang mengatakan bahwa “ mengajar adalah usaha yang kompleks sehingga
dengan kompleksnya tugas tersebut sukar menentukan bagaimana sebenarnya
mengajar yang baik. Namun, kemudian ia menegaskan bahwa salah satu ciri guru
yang baik adalah guru yang tidak hanya mengajarkan pengetahuan saja kepada
murid, melainkan senantiasa mengembangkan pribadi anak.[3]
“Disinilah
pendidikan Islam mempunyai sandaran dan dasar dari Al-Qur’an, sunnah dan
peninggalan orang-orang dulu yang saleh, seperti sabda Rasulullah s.a.w :
خَيْرُكُمْ
مَنْ تَعَلَّمَ اْلقُرْانَ وَعَلَّمَهُ
‘Yang paling baik di antara kamu
adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.
مَنْ
يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا ُيفَقِّهُ فِي الدِّيْن
“
Barang siapa dikendaki oleh Allah dengannya kebaikan ia mengajarkan dalam
agama.
b.
Pola kekeluargaan
Pada masa ini, guru menyisipkan
dirinya dan siswa seperti orang tua dan anak. Artinya, mereka mempunyi tanggung
jawab yang penuh dalam pendidikan tersebut, dan mencurahkan kasih sayang
seperti menyayangi anak sndiri.
c.
Pola kesederajatan
Guru dalam interaksinya senantiasa
memunculkan sikap tawadhu’ terhadap siswanya. Pola interaksi seperti ini membuat
guru menghargai potensi yang dimiliki anak.[4]
Dengan demikian pola yang dimunculkan bernuansa demokratis; guru memberikan
kesempatan pada siswa untuk menyampaikan sesuatu yang belum dimengerti.
d.
Pola al-uswah al-hasanah
Pada pendidikan
Islam klasik, interksi yang terjadi antara guru dan siswa tidak hanya terjadi
pada proses belajar mengajar, tetapi berlangsung juga di tengah mesyarakat, di
mana guru menjadi agen moral sekaligus model dari moral yang diajarkan.
2. Pola
sikap siswa terhadap guru dalam interksi eduktif
a.
Pola ketaatan
Ketaatan seorang siswa terhadap
gurunya membawa barokah dalam proses pencarian ilmu. Untuk itu, maka siswa
dalam interaksi dengan guru merupakan upaya mencari rhidho-nya (kerelaan
hatinya) menjauhi amarahnya dan menjunjung tinggi perintahnya selama tidak
bertentangan dengan agama.
Gambaran
ketaan siswa dalam interaksinya dengan guru dibagi dua yaitu pertama, ketaatan
terhadap guru secara langsung, yaitu jangan berjalan didepan guru, jika bertamu
kerumah guru hendaknya tidak mengetuk pintu, tetapi cukup menunggu diluar, dan
duduk jangan terlalu dekat dengan guru duduklah sejauh antar busur panah. Kedua
ketaatan terhadap keluarga guru, meghormati guru dan semua orang yang mempunyai
ikatan keluarga dengan guru.
b.
Pola kasih sayang
Menurut Ibn Miskawih kewajiban cinta siswa terhadap guru
berada diantara cinta terhadap Allah dan cinta kepada orang tua, karna menurut
Ibn Maskawih, guru merupakan penyebab eksistensi hakiki kita dan penyebab kita
memperoleh kebahagiaan sempurna.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Proses pembelajaran sebagai suatu proses
intraksi antara guru dan murid dimana akan dikhiri dengan proses evaluasi hasil
belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang berlangsung dalam suatu
lokasi dan jangka waktu tertentu.
Komponen-Komponen Proses Belajar Mengajar yang pertama, kompetensi guru. Secara
Etimologi, istilah kompetensi berasal dari bahasa Inggris yaitu competence.
Kata competence
diartikan dengan kecakapan, kemampuan, dan wewenang. Yang kedua Peserta
Didik yaitu Dalam paradigm pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang
belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu
dikembangkan.
Bentuk pola sikap guru terhadap
siswa yaitu pola keikhlasan kekeluargaan, kesederajatan dan uswah al-hasanah,
sedangkan pola sikap siswa terhadap guru, yaitu ketaatan dan kasih sayang.
DAFTAR ISI
Nata, Abuddin, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan
Pendidikan Islam Di Indonesia (Rawamangun : Prenada Media, 2003)
Nelwati Sasmi, Dasar-dasar
Kependidikan, (Padang: IAIN IB 2006)
S. Nasution, Asas-asas
Pembelajaran, ( Jakarta : PT. Bumi Aksara, 1990 )
Salminawati.
Filsafat Pendidikan Islam (Membangun
Konsep Pendidikan Yang Islami), (Bandung : Citapustaka
Media Perintis, 2012)
[2] Salminawati. Filsafat Pendidikan Islam
(Membangun Konsep Pendidikan Yang Islami). 2012. Citapustaka Media
Perintis. Bandung. Hlm. 140
[4] Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh
Pendidikan Islam, Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Raja
Grafindo, 1998), hal. 50.
No comments:
Post a Comment