INGKAR AS-SUNNAH
MAKALAH
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas
ULUMUL HADIS
DOSEN
PEMBIMBING :
SRI SUDEWI ARIA, S.Pd.I., M.Pd.I.
DISUSUN
OLEH :
NAMA: ANGGA HARDIANTO
NIM: 07.224.12
PRODI: Pendidikan Bahasa Arab (PBA)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM
NEGERI
(STAIN)
KERINCI
TAHUN AJARAN 2013-2014
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur dengan hati yang tulus dan pikiran yang jernih kami panjatkan
kehadirat Allah S.W.T. karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, makalah ini dapat
hadir dihadapan pembaca. Adalah hanya dari pertolongan dan izin Allah,
Disamping
itu Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad S.A.W. beserta
keluarganya dan para shahabatnya yang dengan penuh kesetiaan telah mengobarkan
syi’ar Islam yang manpaatnya masih terasa hingga saat ini.
Makalah
yang berada dihadapan pembaca ini membahas tentang “ INGKAR AS-SUNNAH” Dan kami berharap, semoga makalah ini dapat
menambah wawasan bagi para pembacanya dan bernilai ibadah bagi penulisnya.
Adalah
sebagai konsekwensi logis bahwa bila nantinya disana-sini akan didapati
beberapa cacat, kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini, kami selaku penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Akhirnya,
dengan segala kerendahan segala bentuk saran maupun kritik dari pihak manapun.
Juga tak lupa penulis sampaikan beribu-ribu terima kasih kepada pihak-pihak
yang turut membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Paling
terakhir, hanya kepada Allah penulis panjatkan rasa syukur dan hanya kepada-Nya
pula urusan penulis kembalikan.
Mudah-mudahan
makalah ini dapat memenuhi keperluan pembaca dan semoga berguna sesuai tujuan
untuk kepentingan Agama, Bangsa, dan Umat Islam pada umumnya. Dan sekali lagi
kami berharap supaya makalah ini dapat bermanpaat bagi pembacanya dan amal
ibadah bagi penulisnya.Amin…..Ya Rabbal ‘Alamiin.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Seluruh umat Islam, baik yang ahli naql maupun yang ahli aql
telah sepakat bahwa haits atau sunah merupakan dasar hukum Islam, yaitu salah
satu dari sumber hukum Islam dan juga sepakat tentang diwajibkannya untuk
mengikuti hadits sebagaimana diwajibkan untuk mengikuti hadits sebagaimana
diwajibkan mengikuti Al-Quran. Hal ini karena hadits merupakan mubayyin
terhadap Al-Quran. Tanpa memahami dan menguasai hadits, siapapun tidak akan
bisa memahami Al-Quran. Sebaliknya, siapapun tidak bisa memahami hadis tanpa
memahami A-Quran karena Al-Quran merupakan dasar hukum pertama, yang didalamnya
berisi garis besar syariat, dan hadis merupakan dasar hukum ke dua, yang
didalamnya berisi penjabaran dan penjelasan Al-Quran. Dengan demikian, antara
hadis dan Al-Quran memiliki kaitanyang sangat erat, yang satu sama lain tidak
bisa dipisah-pisahkan atau berjalan sendiri-sendiri.
Dalam kaitannya dalam masalah ini, Muhammad Ajjaj Al-Khatib
mengatakan:
Al-Quran dan As-Sunnah (Al-Hadits) merupakan dua sumber hukum
Syariat Islam yang tepat, sehingga umat Islam tidak mungkin mampu memahami
syariat Islam, tampa kembali kepada kedua sumber Islam tersebut, mujtahid dan
orang alim pun tidak diperbolehkan hanya mencukupkan diri dengan salah ssatu
dari keduanya.
Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan hadis sebagai sumber hukum
Islam, dapat di lihat pada bab selanjutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
INGKAR AS-SUNNAH
A.
PENGERTIAN INGKAR AS-SUNNAH
Ingkar as-sunnah
adalah sebuah sikap penolakan terhadap sunnah Rasul, baik sebagian maupun
keseluruhannya. Mereka membuat metodologi tertentu dalam menyikapi sunnah. Hal
ini mengakibatkan tertolaknya sunnah, baik sebagian maupun keseluruhannya.
Penyebutan ingkar as-sunnah tidak semata-mata berarti
penolakan total terhadap sunnah. Penolakan terhadap sebagian sunnah pun
termasuk dalam kategori ingkar sunnah, termasuk didalamnya penolakan
yang berawal dari sebuah konsep berfikiryang dalamnya penolakan dari sebuah
konsep berfikir yang janggal atau metodologi khusus yang diciptakan sendiri
oleh segolongan orang- baik masa lalu maupun sekarang- sedangkan konsep
tersebut tidak dikenal dan diakui oleh ulama hadis dan fiqih.
Ada tiga jenis kelompok ingkar As-sunnah.
Pertama, kelompok yang
menolak hadis Rasulullah SAW secara keseluruhan.
Kedua, kelompok yang
menolak hadis-hadis yang tak disebutkandalam Al-Quran secara tersurat atau
tersirat.
Ketiga, kelompok yang
hanya menerima hadis-hadis mutawatir (diriwayatkan oleh banyak orang
setiap jenjang atau peridenya, tak mungkin mereka berdusta) dan menolak
hadis-hadis ahad (tidak mencapai derajat metawatir) walaupun sahih.
Mereka beralasan dengan ayat: QS. An-Najm : 28
( ¨bÎ)ur £`©à9$# w ÓÍ_øóã z`ÏB Èd,ptø:$# $\«øx© ÇËÑÈ
Artinya: “....
sesungguhnya persangkaan itu tidak berguna sedikitpun terhadap kebenaran. (QS.
An-Najm ayat 28)
Mereka berhujjah dengan ayat itu, tentu saja menurut penefsiran
model mereka sendiri.
B.
SEJARAH PERKEMBANGAN INGKAR AS-SUNNAH
1.
Ingkar As-Sunnah Klasik
Pada masa sahabat, seperti dituturkan oleh Al-Hasan Al-Basri (w.
110 H), ada sahabat yang kurang begitu memperhatikan kedudukan sunnah Nabi
SAW., yaitu ketika sahabat Nabi SAW
‘Imran bin Husain (w. 52 H) sedang mengajarkan hadis. Tiba-tiba ada seorang
yang meminta agar ia tidak usah mengajarkan hadis, tetapi cukup mengajarkan
Al-Quran saja. Jawab ‘Imran,”tahukah anda, seandainya anda dan kawan-kawan anda
hanya memakai Al-Quran, apakah anda dapat menemukan dalam Al-Quran bahwa salat
dhuhur itu empat rakaat, salat ashar empat rakaat, dan salat magrib tiga
rakaat?”
Apabila anda hanya memakai Al-Quran, dari mana anda tahu tawaf
(mengelilingi kabah) dan sa’i antara safa dan marwa itu
tujuh kali?
jawaban itu, orang tersebut
berkata, anda telah menyadarkan saya. Mudah-mudahan, Allah selalu menyadarkan
anda. Akhirnya sebelum wafat, orang itu menjadi ahli Fiqh.
Gejala-gejala ingkar as-sunnah seperti diatas, masih
merupakan sikap-sikap individual, bukan merupakan sikap kelompok atau mahzab,
meskipun jumlah mereka dikemudian hari semakin bertambah. Suatu hal yang patut
dicatat, bahwa gejala-gejala itu tidak terdapat di negeri Islam secara keseluruhan, melainkan secara
umum terdapat di Irak. Karena ‘Imran bin Hushain dan Ayyub As-Sakhtiyani,
tinggal di Basrah Irak. Demikian pula, orang-orang yang disebutkan oleh imam
Syafi’i sebagai pengingkar sunnah juga tinggal di Basrah. Karena itu, pada masa
itu di Irak terdapat faktor-faktor yang menunjang timbulnya faham ingkar
as-sunnah.
Dan itulah gejala-gejala ingkar as-sunnah yang timbul
dikalangan para sahabat. Sementara menjelang akhir abat kedua hijriah muncul
pula kelompok yang menolak sunnah sebagai salah satu sumber syariat Islam,
disamping ada pula yang menolak sunnah yang bukan mutawatir saja.
a.
Khawarij dan Sunnah
Dari sudut kebahasaan, kata khawarij merupakan bentuk jamak
dari kata kharij, yang berarti ‘sesuatu yang keluar’. Sementara menurut
pengertian terminologis, khawarij adalah kelompok atau golongan yang
tidak loyal kepada pimpinan yang sah. Dan yang dimaksud dengan khawarij disini
adalah golongan tertentu yang memisahkan diri dari kepemimpinan Ali bin Abu
Thalib r.a.
Apakah khawarij menolak sunnah ? ada sebuah sumber yang menuturkan
bahwa hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para sahabat sebelum kejadian fitnah
(perang sudara antara Ali bin Abu Thalib r.a. dan Mu’awiyah r.a.) diterima oleh
kelompok khawarij. Degan alasan bahwa sebelum kejadian itu para sahabat dinilai
sebagian orang-orang yang adil (muslIm yang sudah akil-balig, tidak suka
berbuat maksiat, dan selalu menjaga martabatnya). Namun, sesudah kejadian
fitnah tersebut, kelompok khawaarij menilai mayoritas sahabat Nabi SAW sudah
keluar dari Islam. Akibatnya, hadis-hadis yang diriwayatkan para sahabat
sesudah kejadian itu ditolak kelompok khawarij.
b.
Syi’ah dan Sunnah
Kata syi’ah berarti ‘para pengikut’ atau ‘para pendukung’.
Sementara menurut pengertian terminologis, syi’ah adalah golongan yang
menganggap bahwa ‘Ali bin Abu thalib r.a. lebih utama daripada khalifah
sebelumnya (Abu Bakar, ‘Umar, dan ‘Utsman), dan beroendapat bahwa Ahl-Bait
(keluarga Nabi SAW) lebih berhak menjadi khalifah daripada yang lain.
Golongan Syi’ah ini terdiri dari berbagai kelompok dan
tiap-tiap kelompok menilai kelompok lain sudah keluar dari Islam. Sementara
kelompok yang masih eksis hingga sekarang adalah kelompok Itsna ‘Asyariyah.
Kelompok ini menerima hadis Nabawi sebagai salah satu sumber syariat
Islam. Hanya saja, ada perbedaan mendasar antara kelompok syi’ah ini dengan
golongan Ahl-AlSunnah (golongan mayoritas umat Islam), yaitu dalam hal
penetapan hadis.
Golongan syi’ah menganggap bahwa sepeninggal Nabi SAW., mayoritas
para sahabat sudah murtad (keluar dari Islam),kecuali beberapa orang saja yang
menurut mereka masih tetap muslim. Karena itu golongan syi’ah menolak
hadis-hadis yang diriwayatkan oleh mayoritas para sahabat tersebut. Syi’ah
hanya menerima hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Ahl Al-Bait saja.
c.
Mu’tazilah dan Sunnah
Arti kebahasaan dari mu’tazilah adalah “sesuatu yang
mengasingkan diri”. Sementara yang dimaksudkan disini adalah golongan yang
mengasingkan diri dari mayoritas umat Islam karena mereka berpendapat bahwa
seorang muslim yang fasiq (berbuat maksiat) tidak dapat disebut mukmin
atau kafir. Adapun golongan Ahl As-Sunnah berpendapat bahwa orang Muslim
yang berbuat maksiat tetap sebagai mukmin, meskipun ia berdosa. Pendapat mu’tazilah
ini muncul pada masa Al-Hasan Al-Basri, dan dipelopori oleh Washil bin ‘Ata (w.
131 H).
Apakah mu’tazilah menolak sunnah? Syekh MuhammadAl-Khudari Beik
berpendapat bahwa mu’tazilah menolak sunnah. pendapat ini berdasarkan adanya
diskusi antara Imam Asy-Syafi’i (w. 204 H) dan kelompok yang mengingkari
sunnah. Sementara kelompok atau aliran pada waktu itu di Bashrah Irak adalah
Mu’tazilah. Prof. Dr. Al- Siba’i tampaknya sependapat dengan pendapat
Al-Khudari ini.
Imam As-Syafi’i memang menuturkan perdebatannya dengan orang yang
menolak sunnah, namun beliau tidak menjelaskan siapa orang yang menolak sunnah
itu. Sementara sumber-sumber yang menerangkan sikap mu’tazilah terhadap Sunnah
masih terdapat kerancuan, apakah mu’tazilah menerima Sunnah secara keseluruhan,
menolak seluruhnya, atau hanya menerima sebagian Sunnah saja.
Ada sebagian Ulama Mu’tazilah yang tampaknya menolak Sunnah, yaitu
Abu Ishak Ibrahimbin Sajyar, yang populer dengan sebutan Al-Nadhdham (w.
221-223 H). Ia mengingkari kemukjizatan Al-Quran dari segi susunan bahasanya,
mengingkari mu’jizat Nabi Muhammad SAW., dan mengingkari hadis-hadis
yang tidak dapat memberikan pengertian yang pasti untuk dijadikan sebagai
sumber syari’at Islam.
d.
Pembela Sunnah
Pada masa klasik, Imam As-Safi’i
telah memainkan perannya dalam menundukkan kelompok pengingkar sunnah.
Seperti telah disebutkan, dalam kitabnya Al-Umm, beliau menuturkan pendapatnya
dengan orang yang menolak hadis. Setelah melalui perdebatan yang panjang,
rasional, dan ilmiah, pengingkar sunnah akhirnya tunduk dan menyatakan menerima
hadis. Oleh karena itu Imam As-Syafi’i kemudian diberi julukan sebagai Nashir
As-Sunnah (pembela Sunnah).
2.
Ingkar As-Sunnah Masa Kini
Sejak abat ketiga sampai abat keempat belas Hijriah, tidak ada
kalangan yang menunjukkan bahwa di kalangan orang Islam terdapat
pemikiran-pemikiran untuk menolak Sunnah sebagai salah satu sumber syariat
Islam, baik secara perorangan maupun kelompok. Pemikiran untuk menolak Sunnah
yang muncul pada abad 1 Hijriah (ingkar As-Sunnah Klasik) sudah lenyap ditelan
masa pada abad III H.
Pada abad keempat belas Hijriah, pemikiran seperti itu muncul
kembali kepermukaan, dan kali ini dengan bentuk dan penampilan yang berbeda
dari Ingkar As-Sunnah klasik. Apabila Ingkar As-Sunnah klasik muncul di
Basrah, Irak akibat ketidaktahuan sementara orang terhadap fungsi dan kedudukan
Sunnah, Ingkar As-Sunnah modern muncul di Kairo Mesir akibat pengaruh
pemikiran kolonialisme yang ingin melumpuhkan dunia Islam.
Apabila ingkar As-Sunnah klasik masih banyak yang bersifat
perorangan dan tidak menamakannya mujtahid atau pembaharu, ingkar
As-Sunnah modern banyak yang bersifat kelompok yang terorgnisasi, dan
tokoh-tokohnya banyak yang meng klaim dirinya sebagai mujtahid dan pembaharu.
Apabila para pengingkar Sunnah pada masa klasik mencabut
pendapatnya setelah mereka menyadari kekeliruannya, para pengingkar sunnah pada
masa modern banyak yang bertahan pada pendiriannya, meskipun pada meraka yang
telah yang diterangkan urgesi Sunnah dalam Islam. Bahkan, diantara mereka, ada
yang tetap menyebarkan pemikiran secara diam-diam, meskipun penguasa setempat
telah mengeluarkan larangan resmi terhadap aliran tersebut.
Kapan aliran Ingkar As-Sunnah modern itu lahir? Muhammad Mustafa
Azami menuturkan bahwa ingkar As-Sunnah modern lahir di Kiro Mesir pada
masa Syekh Muhammad Abduh (1266-1323 H/ 1849-1905 M). Dengan kata lain, Syekh
Muhammad Abduh adalah orang yang pertama kali melontarkan gagasan ingkar
As-Sunnah pada masa modern. Pendapat Azami ini masih diberi catatan, apabila
kesimpulan Abu Rayyah dalam kitab nya Adhwa ‘ala As-Sunnah al-Muhammadiyah
itu benar.
Abu Rayyah menuturkan bahwa Syekh Muhammad Abduh berkata, “Umat
Islam pada masa sekarang ini tidak mempunyai imam (pimpinan) selain Al-Quran,
dan Islam yang benar adalah Islam pada masa awal sebelum terjadinya fitnah
(perpecahan)”. Beliau juga berkata, ”umat Islam sekarang tidak mungkin bangkit
selama kitab-kitab ini (maksudnya kitab-kitab yang diajarkan di Al-Azhar dan
sejenisnya) masih tetap diajarkan. Umat Islam tidak mungkin maju tanpa ada
semangat yang menjiwai umat Islam abad pertama, yaitu Al-Quran. Semua hal
selain Al-Quran akan menjadi kendala yang menghalangi antara Al-Quran dan Ilmu
serta amal."
Abu Rayyah dalam menolak Sunnah banyak merujuk pada pendapat Syekh
Muhammad Abduh dan Sayyid Rasyid Ridha, sehingga kedua tokoh ini –khususnya
Syeh Muhammad Abduh- disebut sebut sebagai pengingkar sunnah. Namun, benarkah
Syekh Muhammad Abduh mengingkari Sunnah? Seperti dituturkan diatas, Azami masih
belum memastikan hal itu karena ia hanya menukil pendapat Abu Rayyah yang belum
dapat pastikan kebenarannya.
C.
ARGUMENTASI INGKAR AS-SUNNAH
1.
Agama Bersifat Kongkret dan Pasti
Mereka
berpendapat bahwa agama harus dilandaskan pada suatu hal yang pasti. Apabila
kita memanggil dan memakai Sunnah,
berarti landasan agama itu tidak pasti. Al-Quran yang kita jadikan landasan
agama itu bersifat pasti, seperti dituturkan dalam ayat-ayat berikut :
(QS.Al-Baqarah ayat 1-2)
$O!9# ÇÊÈ y7Ï9ºs Ü=»tGÅ6ø9$# w |=÷u ¡ ÏmÏù ¡ Wèd z`É)FßJù=Ïj9 ÇËÈ
Artinya:
Alif laam miin, Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka
yang bertaqwa. (QS.Al-Baqarah
ayat 1-2)
(QS. Al-Fatir ayat 31):
üÏ%©!$#ur !$uZøym÷rr& y7øs9Î) z`ÏB É=»tGÅ3ø9$# uqèd ,ysø9$# $]%Ïd|ÁãB $yJÏj9 tû÷üt/ Ïm÷yt 3 ¨bÎ) ©!$# ¾ÍnÏ$t6ÏèÎ/ 7Î6sm: ×ÅÁt/ ÇÌÊÈ
Artinya: Dan apa yang Telah kami wahyukan
kepadamu yaitu Al Kitab (Al Quran) Itulah yang benar, dengan membenarkan
kitab-kitab yang sebelumnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha mengetahui
lagi Maha melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.
(QS. Al-Fatir ayat 31):
Sementara
apabila agama Islam itu bersumber dari hadis, ia tidak akan memiliki kepastian
sebab keberadaan hadis –khususnya hadis ahad- bersifat dhanni (dugaan
yang kuat), dan tidak sampai pada paringkat pasti. Karena itu, apabila agama
Islam berlandaskan hadis –dismping Al-Quran- Islam akan bersifat ketidak
pastian. Dan ini dikecam oleh Allah dalam Firman-nya, QS. An-Najm (pakistan)
2.
Al-Quran Sudah Lengkap
Dalam syarit
Islam, tidak ada dalil lain, kecuali Al-Quran. Allah SWT berfirman:QS.
Al-An’aam ayat 38:
4 $¨B $uZôÛ§sù Îû É=»tGÅ3ø9$# `ÏB &äóÓx«
Artinya: Tidaklah Kami Alfakan sesuatu pun dalam Al-Kitab
(Al-Quran)
Jika kita
berpendapat Al-Quran masih memerlukan penjelasan, berarti kita secara tegas
mendustakan Al-Quran dan kedudukan Al-Quran yang membahas segala hal secara
tutas. Padahal, ayat diatas membantah Al-Quran masih mengandung kekurangan.
Oleh karena itu, dalam syari’at Allah di ambil pegangan lain, kecuali Al-Quran.
Argumen ini dipakai oleh Taufiq Sidqi dan Abu Rayyah.
3.
Al-Quran Tidak Memerlukan Penjelas
Al-Quran tidak memerlukan penjelasan, justru sebaliknya Al-Quran
merupakan penjelasan terhadap segala hal. Allah berfirman, QS. An-Nahl 89:
tPöqtur ß]yèö7tR Îû Èe@ä. 7p¨Bé& #´Îgx© OÎgøn=tæ ô`ÏiB öNÍkŦàÿRr& ( $uZø¤Å_ur Î/ #´Íky 4n?tã ÏäIwàs¯»yd 4 $uZø9¨tRur øn=tã |=»tGÅ3ø9$# $YZ»uö;Ï? Èe@ä3Ïj9 &äóÓx« Yèdur ZpyJômuur 3uô³ç0ur tûüÏJÎ=ó¡ßJù=Ï9 ÇÑÒÈ
Artinya:
(dan ingatlah) akan hari (ketika) kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang
saksi atas mereka dari mereka sendiri dan kami datangkan kamu (Muhammad)
menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan kami turunkan kepadamu Al Kitab
(Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar
gembira bagi orang-orang yang berserah diri.
(QS. Al-An’am
114):
uötósùr& «!$# ÓÈötGö/r& $VJs3ym uqèdur üÏ%©!$# tAtRr& ãNà6øs9Î) |=»tGÅ3ø9$# Wx¢ÁxÿãB 4 tûïÏ%©!$#ur ÞOßg»oY÷s?#uä |=»tGÅ3ø9$# tbqßJn=ôèt ¼çm¯Rr& ×A¨t\ãB `ÏiB y7Îi/¢ Èd,ptø:$$Î/ ( xsù ¨ûsðqä3s? ÆÏB tûïÎtIôJßJø9$# ÇÊÊÍÈ
Artinya:
Maka patutkah Aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal dialah yang
Telah menurunkan Kitab (Al Quran) kepadamu dengan terperinci? orang-orang yang Telah
kami datangkan Kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al Quran itu
diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali
termasuk orang yang ragu-ragu.
Ayat-ayat ini
dipakai dalil oleh para pengingkar Sunnah, baik dulu maupun kini. Mereka
menganggap Al-Quran sudah cukup karena memberikan penjelasan terhadap segala
masalah. Mereka adalah orang-orang yang menolak hadis secara keseluruhan,
seperti Taufiq Sidqi dan Abu Rayyah.
D.
BANTAHAN TERHADAP INGKAR SUNNAH
1.
Bantahan terhadap Argumen pertama
Alasan mereka bahwa sunnah itu dhanni ( dugaan kuat ) sedang kita
di haruskan mengikuti yang pasti ( yakin ), masaklahnya tidak demikain. Sebab ,
Al-qur’an sendiri meskipun kebenarannya sudah di yakini sebagai Kalamullah-
tidak semua ayat memberikan petunjuk hukumyang pasti sebab banyak ayat yang
pengertiannya masih Dzanni ( Ad-dalalah ). Bahkan, orang yang memakai
pengertian ayat seperti ini juga tidak dapat menyakinkan bahwa pengertian itu
bersifat pasti ( yakin ). Dengan demikian, berarti Ia jga tetap mengikuti
pengertian ayat yang masih bersifat dugaan kuat( dzanni Ad-dalala).
Adapun firman Allah swt ;
$tBur ßìÎ7Gt óOèdçsYø.r& wÎ) $Zsß 4 ¨bÎ) £`©à9$# w ÓÍ_øóã z`ÏB Èd,ptø:$# $º«øx© 4 ¨bÎ) ©!$# 7LìÎ=tæ $yJÎ/ tbqè=yèøÿt ÇÌÏÈ
36. Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti
kecuali persangkaan saja. kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa
yang mereka kerjakan. ( Q.S.Yunus: 36)
Yang di maksud dengan kebenaran ( Al-haq) di sini adalah masalah
yang sudah tetap dan pasti. Jadi,maksud ayat ini selengkapnya adalah,bahwa
dzanni tidak dapat melawan kebenaran yang sudah tetap denagn pasti, sedangkan
dalam halmenerima hadis, masalahnya tidak demikian.
Untukmembantah orang-orang yang menolak hadis ahad, abu Al- husain
al- basri Al mu’tazili mengatakan,”dalam menerima hadis- hadis ahad, sebenarnya
kita memakai dali-dali pasti yang mengharuskan untunmenerima hadis itu” jadi, sebenarnya
kita tidakmemakai dzanni yang bertentangan dengan haq,tetapi kita mengikuti
atau memakai dzann yang memegang perintah Allah.
2.
Bantahan terhadap Argumen kedua dan ketiga
kelompok pengingkar sunnah,baik pada masa lalu maupun belakangan,
umumnya ‘ kekurangan waktu ‘ dalam mempelajari Al- Qur’an. Hla itu di karena
merka kebanyakan hanya memakai dalil Ayat 89surat An- nahl:
4 $uZø9¨tRur øn=tã |=»tGÅ3ø9$# $YZ»uö;Ï? Èe@ä3Ïj9 &äóÓx« Yèdur ZpyJômuur 3uô³ç0ur tûüÏJÎ=ó¡ßJù=Ï9 ÇÑÒÈ
dan
Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.(
Q.S. An-nahl: 89 )
Berdasarkan teks Al-qur’an, rasulullah saw. Sajalah yang di beri
tugas untuk menjelaskan kandungan Al-qur’an, sedangkan kita di wajibkan untuk
menerima dan mematuhi penjelasan-penjelasan beliau, baik berupa perintah maupun
larangan. Semua ini bersumber dari Al-qur’an. Kita tidak memasukkan unsur lain
ke dalamAl-qur’an sehingga masih di Anggap memiliki kekurangan. Hal ini tak
ubahnya seperti orang yang di beri
istana yang megah yang lengkap dengan segala fasilitasnya. Akan tetapi, ia
tidakmau memakai lampu sehingga pada malam hari, istana itu gelap.sebab, menurut
dia, istana itu sudah paling lengkap dan tidak perlu hal-hal lain. Apabila
istana itu di pasang lampu-lampu dan lain-lain,berrarti iamasih memelurkan
masalah lain, sebab kabel-kabel lampu mesti di sambung dengan pembangkit tenaga
listrik di luar. Akhirnya ia menganggap bahwa gelap yang terdapat dalamistana
itu sebenarnya sudah merupakan cahaya.
E.
INGKAR SUNNAH DI INDONESIA
Paham Ingkar
Sunah muncul di Indonesia secara terang-terangan kira-kira
terjadi pada tahun 1980-an. Persisnya menurut Zufran Rahman (seorang
peneliti pemikiran Ingkar Sunah dan Dosen IAIN Jambi) pada tahun 1982-1983.
Tetapi bukti menunjukkan, bahwa pada 1981 paham ini sudah
ada seperti yang terjadi di Bogor pimpinan oleh H. Endi Suradi dan 1982 aliran sesat yang diajarkan H. Sanwani
asal kelahiran Pasar Rumput itu sudah berlangsung sejak November 1982.
Tokoh-tokoh Ingkar Sunah dan Pemikirannya
1. Ir. M Ircham Sutarto
Ir. M. Ircham Sutarto adalah Ketua Serikat Buruh Perusahaan
Unilever Indonesia di Cibubur Jawa
Barat. Menurut Hartono Ahmad Jaiz
(Peneliti Ingkar Sunah) dialah tokoh Ingkar Sunah dan orang pertama yang
menulis diktat dengan tulisan tangan.
Di antara ajarannya yang dimuat dalam Diktat dan dikutip oleh Ahmad Husnan adalah sebagai
berikut :
a. Taat kepada Allah, Allah itu
ghaib. Taat kepada Rasul, Rasulpun telah wafat. Jadi tidak ada jalan kedua-duanya untuk melaksanakan taat dengan arti yang
sebenarnya (M Ircham Sutarto : 85).
b. Allah telah mengajarkan al-Qur’an
kepada Rasul. Rasul telah mengajarkan al-Qur’an kepada manusia. Al-Qur’an
satu-satunya yang masih ada. Allah dan Rasul-Nya menunggal dalam ajaran agama (
H Ircham Sutarto : 82 & 85).
c. Al- Qur’an adalah omongan Allah
dan omongan Rasul. Itulah arti taat kepada Allah dan kepada Rasul (M Ircham Sutarto : 52 & 85)
d. Keterangan al-Qur’an itu ada di
dalam al-Qur’an itu sendiri. Jadi tidak perlu dengan keterangan yang disebut
al-sunah atau hadis (M Ircham Sutarto : 58)
e. Semua keterangan yang datang dari
luar al-Qur’an adalah hawa. Jadi hadis Nabipun termasuk hawa. Karena itu tidak
dapat diterima sebagai hujah dalam agama
(M Ircham Sutarto : 22)
f. Apa yang disebut Hadis-hadis Nabi
itu tidak lain hanya dongeng-dongeng tentang Nabi yang didapat dari mulut ke mulut. Timbulnya dari gagasan
orang-orang yang hidup antara tahun 180 sampai dengan 200 setelah wafatnya
Rasul ( M Ircham Sutarto : 68 & 70)
g. Rasul tidak ada hak mengenai
urusan perintah agama. Olehnya dibawakan ayat QS Ali Imran/3 : 128 :
”Tidaklah ada (haq) wewenang bagi kamu
tentang urusan (perintah) sedikitpun”. (terjemahan M Ircham Sutarto)
h. Perbedaan Muhammad sebagai Rasul
dan Muhammad sebagai manusia ; Apabila Muhammad menyampaikan, membacakan mengajarkan
al-Qur’an dan hikmah, di saat itu Muhammad sebagai Rasul. Sedang apabila tidak
demikian, dalam arti Muhammad sedang melakukan segala sesuatu dalam kehidupan
sehari-hari dengan segala fi’il dan qaulnya, di saat itu Muhammad sebagai
manusia biasa. (M Ircham Sutarto : 94)
i.
Semua manusia telah tersesat sebelum mendapat wahyu, termasuk Muhammad saw.
Dalilnya QS. Al-Baqarah/2 : 198
Dan ingatlah kepadanya seperti yang telah kami
tunjukkan kepadamu dan sesungguhnya kamu (Muhammad) sebelumnya benar-benar
orang tersesat. (terjemahan
M Ircham Sutarto: 15 & 16)
j.
Di dalam agama, perbuatan lahiriah merupakan pelengkap batiniah atau iman (M Ircham Sutarto: 51)
2. Abdurrahman
Diantara ajarannya:
a. Tidak ada
adzan dan iqamat pada saat akan melaknasankan salat wajib
b. Seluruh
salat masing-masing hanya dikerjakan dua rakaat.
c. Puasa Ramadhan hanya dilaksanakan bagi yang melihat
bulan saja berdasarkan QS. Al-Baqarah/2
: 185:
“
Karena itu barang siapa di antara kamu hadir ( di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu”. Mereka memahami ayat ini bahwa yang wajib
berpuasa adalah yang melihat bulan saja,
bagi yang tidak melihatnya tidak diwajibkan berpuasa, akhirnyua mereka
tidak ada yang berpuasa karena mereka tidak melihatnya
3. Dalimi Lubis dan Nazwar Syamsu
Dalimi Lubis
salah seorang oknum karyawan Kantor Departemen Agama Padang Panjang, lulusan
IKIP Muhammadiyah Padang. Menurut M Djamaluddin (tokoh pemberantasan Ingkar
Sunah Indonesia) dialah pimpinan gerakan
Ingkar Sunah Sumatra Barat. Penyebaran paham Ingkar Sunah dilakukan melalui tulisan-tulisannya baik
dalam bentuk artikel maupun buku dan
kaset rekaman ceramahnya yang direproduksi oleh PT Ghalia Indonesia. Di antara
tulisan artikel Dalimi Lubis tentang penghujatan terhadap perawi Hadis Abu
Hurairah dimuat di Suara Muhammadiyah
No. 05/80/1995. Judul buku-buku karyanya antara lain ; Alam Barzah dan Adapun
Hukum dalam Islam Hanya al-Qur’an Saja.
4. As’ad bin Ali Baisa
Di antara ajarannya ialah sebagai berikut :
a. Shalat Jum’at harus dikerjakan 4 rakaat
b. Bagi yang terpaksa berbuka pada bulan suci Ramadhan
karena sakit atau bepergian tidak perlu menggantinya. Sedangkan bagi wanita
yang haid harus melakukan shalat.
c. Hadis Bukhari Muslim suatu Hadis yang bidayatul
mujtahid (mujtahid pemula). Isinya banyak yang bertentangan dengan
al-Qur’an dan merekalah sebagai pemecah umat Islam.
d. Orang yang habis mengambil air wudu jika terkencing
dan buang angin tidak perlu repot-repot mengulangi wudunya, bisa terus shalat
saja
e. Mi’raj Nabi hanyalah dongeng dan khayalan saja.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Ingkar
as-sunnah adalah sebuah sikap penolakan
terhadap sunnah Rasul, baik sebagian maupun keseluruhannya. Mereka membuat
metodologi tertentu dalam menyikapi sunnah.
Ada tiga jenis kelompok ingkar As-sunnah.
Pertama, kelompok yang menolak hadis Rasulullah SAW secara keseluruhan.
Kedua, kelompok yang menolak hadis-hadis yang tak disebutkandalam Al-Quran
secara tersurat atau tersirat. Ketiga, kelompok yang hanya menerima
hadis-hadis mutawatir (diriwayatkan oleh banyak orang setiap jenjang
atau peridenya, tak mungkin mereka berdusta) dan menolak hadis-hadis ahad
(tidak mencapai derajat metawatir) walaupun sahih.
Sejak abat
ketiga sampai abat keempat belas Hijriah, tidak ada kalangan yang menunjukkan
bahwa di kalangan orang Islam terdapat pemikiran-pemikiran untuk menolak Sunnah
sebagai salah satu sumber syariat Islam, baik secara perorangan maupun
kelompok. Pemikiran untuk menolak Sunnah yang muncul pada abad 1 Hijriah
(ingkar As-Sunnah Klasik) sudah lenyap ditelan masa pada abad III H.
Pada abad
keempat belas Hijriah, pemikiran seperti itu muncul kembali kepermukaan, dan
kali ini dengan bentuk dan penampilan yang berbeda dari Ingkar As-Sunnah
klasik. Apabila Ingkar As-Sunnah klasik muncul di Basrah, Irak akibat
ketidaktahuan sementara orang terhadap fungsi dan kedudukan Sunnah, Ingkar
As-Sunnah modern muncul di Kairo Mesir akibat pengaruh pemikiran kolonialisme
yang ingin melumpuhkan dunia Islam.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Al-Quran
terjemahan.
2.
Agus
Solahudin,muhammad, Agus suyadi. Ulumul Hadis. Pustaka Setia, Bandung,
2008
3.
Mudasir,
ilmu hadis. Pustaka Setia, Bandung, 2010
4.
Daud
Rasyid. Sunnah di Bawah Ancaman: Dari snouck Hugronje Hingga Harun Nasution.
Bandung: syaamil. 2006
5.
Al-Hakim.
Al-Mustadrak ‘ala Ash-Shahihain. Beirut: Dar Al-Ma’rifat. T.t. Juz I
6.
Muhammad
Azami Musthafa. Methodologi Kritik Hadits. Terj. A. Yamin. Pustaka
Hidayah. Jakarta. 1992
7.
Musthafa
As-Siba’i. As-Sunnah wa Makanatuha fi At-Tasyri’ Al-Islami. Beirut: Al-Maktab
Al-Islami. 1980. Jilid I