SHALAT JUM’AT DAN HIKMAHNYA
DOSEN
PEMBIMBING :
SARBAINI, S.PdI
DISUSUN
OLEH : KELOMPOK IV (EMPAT) :
ANGGA HARDIANTO
FIQIH JOURDAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
SEMESTER: V (LIMA)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM
NEGERI
(STAIN)
KERINCI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dengan hati yang tulus dan pikiran yang
jernih kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T. karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya, makalah ini dapat hadir dihadapan pembaca.
Disamping itu Shalawat dan salam semoga tercurah kepada
Nabi Muhammad S.A.W. beserta keluarganya dan para shahabatnya yang dengan penuh
kesetiaan telah mengobarkan syi’ar Islam yang manpaatnya masih terasa hingga
saat ini.
Makalah yang berada dihadapan pembaca ini
membahas tentang “Shalat Jum’at dan
Hikmahnya”, Untuk memenuhi tugas dalam
mata kulia “Praktek Ibadah”. Dan kami berharap, semoga makalah ini dapat
menambah wawasan bagi para pembacanya dan bernilai ibadah bagi penulisnya.
Adalah sebagai konsekwensi logis bahwa bila nantinya
disana-sini akan didapati beberapa cacat, kesalahan dan kekurangan dalam
makalah ini, kami selaku penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Akhirnya, dengan segala kerendahan segala
bentuk saran maupun kritik dari pihak manapun. Juga tak lupa penulis sampaikan
beribu-ribu terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam
penyelesaian makalah ini.
Paling terakhir, hanya kepada Allah penulis
panjatkan rasa syukur dan hanya kepada-Nya pula urusan penulis kembalikan.
Mudah-mudahan makalah ini dapat memenuhi
keperluan pembaca dan semoga berguna sesuai tujuan untuk kepentingan Agama,
Bangsa, dan Umat Islam pada umumnya. Dan sekali lagi kami berharap supaya
makalah ini dapat bermanpaat bagi pembacanya dan amal ibadah bagi
penulisnya.Amin…..Ya Rabbal ‘Alamiin.
SHALAT
JUM’AT DAN HIKMAHNYA
Shalat Jum’at sudah kita ketahui bersama adalah suatu
kewajiban.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ
يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan
shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah ...” (QS. Al
Jumu’ah: 9)
Adapun beberapa
Hikmah hari jum’at/shalat Jum’at:
- Menjalin Silaturrahmi.
- Mendapat ganjaran lantaran membaca Shalawat pada hari itu.
Rasulullah bersabda:
مَنْ
صَلَّى عَلَيَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ثَمَا نِيْنَ مَرَّةً غُفِرَتْ لَهُ ذُنُوْبُ
ثَمَانِيْنَ سَنَةً
Siapa
yang membaca shalawat untuk saya pada hari jum’at sebanyak delapan puluh kali,
maka diampuni dosa-dosanya selama delapan puluh tahun.[1]
- Menambah ilmu.
A. Syarat Wajib Shalat Jum’at
Syarat wajib shalat Jum’at adalah :
1.
Islam,
اَلْجُمْعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Jum’at itu wajib atas setiap Muslim” (H.R. Abu Dawud dari Thariq ibn Shihab).
2.
Baligh,
“Pergi shalat Jum’at diwajibkan atas tiap-tiap yang telah bermimpi” (H.R.
Abu Dawud dan An-Nasa-i dari Hafshah).[2]
3.
Berakal,
4.
Laki-laki,
5.
Sehat,
6.
Menetap (muqim).
Bagi seorang perempuan tidak wajib melakukan shalat Jum’at, tapi bila ia
melakukannya, maka shalat Jum’at yang dilakukannya dapat menggugurkan atau mengganti
shalat Dhuhur.
Sedangkan bagi musafir boleh mengganti shalat Jum’at dengan shalat Dhuhur
dengan syarat:
- Berangkat sebelum terbitnya fajar,
- Bepergian bukan untuk maksiat,
- Mencapai jarak diperbolehkannya mengqashar shalat,
Adapun orang yang tidak diwajibkan shalat jum’at:
Sabda Rasulullah SAW.:
اَلْجُمُعَةُ حَقٌّ عَلٰى كُلِّ مُسْلِمٍ فِيْ جَمَاعَةٍ اِلَّا اَربَعَةً
عَبدٌ مَمْلُوْكٌ اَوِمْرَاَةٌ اَوْصَبِيٌّ اَوْمَرِيْضٌ. روه مسلم
Shalat
Jum’at hak yang wajib dikerjakan oleh tiap-tiap orang Islam dengan berjama’ah,
Kecuali empat macam orang: hamba sahaya yang dimiliki, perempuan, anak-anak, orang sakit (Riwayat
Abu Dawud dan Hakim) [3]
B. Syarat Sahnya Shalat Jum’at
Pelaksanaan shalat
Jum’at bisa menjadi sah jika memenuhi syarat-syarat berikut ini:
1. Adanya khutbah
Khutbah jum’at mesti
dengan dua kali khutbah karena kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam demikian
adanya. Ini adalah pendapat mayoritas ulama, yaitu ulama Syafi’iyah, Malikiyah
dan Hambali.
2. Harus dilakukan dengan berjama’ah
Dipersyaratkan demikian
karena shalat Jum’at bermakna banyak orang (jama’ah). Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu
menunaikan shalat ini secara berjama’ah, bahkan hal ini menjadi ijma’ (kata sepakat) para ulama.
Ulama
Syafi’iyah dan Hambali memberi syarat 40 orang bisa disebut jama’ah Jum’at.
Akan tetapi, menyatakan demikian harus ada dalil pendukung. Kenyataannya tidak
ada dalil –sejauh yang kami ketahui- yang mendukung syarat ini. Sehingga syarat
disebut jama’ah jum’at adalah seperti halnya jama’ah shalat lainnya, yaitu satu
orang jama’ah dan satu orang imam (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1: 593).
Yang menyaratkan shalat Jum’at bisa dengan hanya seorang makmum dan seorang
imam adalah ulama Hanafiyah (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 27: 202).
3. Mendapat izin khalayak ramai yang menyebabkan
shalat jum’at masyhur atau tersiar.
Sehinga
jika ada seorang yang shalat di benteng atau istananya, ia menutup
pintu-pintunya dan melaksanakan shalat bersama anak buahnya, maka shalat
Jum’atnya tidak sah. Dalil dari hal ini adalah karena diperintahkan adanya
panggilan untuk shalat Jum’at sebagaimana dalam ayat,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ
يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ
“Hai
orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah ...” (QS. Al Jumu’ah: 9)
Panggilan
ini menunjukkan shalat Jum’at harus tersiar, tidak sembunyi-sembunyi meskipun
dengan berjama’ah.
4. Jama’ah shalat Jum’at tidak lebih dari satu di
satu negeri (kampung)
Hanya
ada satu kali pelaksanaan shalat Jum’at dalam satu dusun, bila di satu dusun
terdapat lebih dari satu pelaksanaan, maka yang sah adalah yang lebih dulu melakukan
takbiratlul ihram, dan apabila bersamaan, maka semuanya tidak sah.
Karena
hikmah disyariatkan shalat Jum’at adalah agar kaum muslimin berkumpul dan
saling berjumpa. Hal ini sulit tercapai jika beberapa jama’ah shalat Jum’at di
suatu negeri tanpa ada hajat. Imam Asy Syafi’i, Imam Ahmad dan pendapat masyhur
di kalangan madzhab Imam Malik, menyatakan bahwa terlarang berbilangnya jamaah
shalat jumat di suatu negeri (kampung) besar atau kecil kecuali jika ada hajat.
Namun para ulama berselisih pendapat tentang batasan negeri tersebut. Ada ulama
yang menyatakan batasannya adalah jika suatu negeri terpisah oleh sungai, atau
negeri tersebut merupakan negeri yang besar sehingga sulit membuat satu jamaah jum’at.
C. Khutbah Jum’at
Khutbah Jum’at termsuk
salah satu syarat sah shalat Jum’at.
Adapun Syarat-Syarat
Khubah Jum’at antara lain:
1.
Orang
yang berkhutbah harus suci dari hadats.
2.
Orang
yang berkhutbah harus suci dari najis.
3.
Orang
yang berkhutbah harus menutup auratnya.
4.
Orang
yang berkhutbah harus berdiri jika mampu.
5.
Khutbah
dilaksanakan dalam waktu zhuhur.
6.
Khutbah
disampaikan dengan suara keras.
7.
Orang
yang berkhutbah harus dudk sebentar diantara dua khutbah dengan thuma’ninah
(tenang seluruh anggota badannya).
8.
Khutbah
disampaikan secara berturut-turut.
9.
Rukun-rukun
Khutbah disampaikan dengan bahasa Arab.[4]
Adapun rukun khutbah
Jumat dan tata caranya sebagai berikut:
1. Hamdalah/Pujian Kepada Allah
Khutbah jumat itu wajib dimulai dengan hamdalah. Yaitu lafaz yang
memuji Allah SWT. Misalnya lafaz alhamdulillah, atau innalhamda
lillah, atau ahmadullah. Pendeknya, minimal ada kata alhamd dan
lafaz Allah, baik di khutbah pertama atau khutbah kedua.
2.
Rukun Kedua: Shalawat
kepada Nabi SAW
Shalawat kepada nabi Muhammad SAW harus dilafadzkan dengan jelas,
paling tidak ada kata shalawat. Misalnya ushalli ‘ala Muhammad, atau as-shalatu
‘ala Muhammad, atau ana mushallai ala Muhammad.
3.
Rukun Ketiga: Washiyat untuk Taqwa
Yang dimaksud dengan washiyat ini adalah perintah
atau ajakan atau anjuran untuk bertakwa atau takut kepada Allah SWT. Dan
menurut Az-Zayadi, washiyat ini adalah perintah untuk mengerjakan
perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Sedangkan menurut Ibnu
Hajar, cukup dengan ajakan untuk mengerjakan perintah Allah. Sedangkan menurut
Ar-Ramli, washiyat itu harus berbentuk seruan kepada ketaatan kepada
Allah.
Lafadznya sendiri bisa lebih bebas. Misalnya dalam bentuk
kalimat: “takutlah kalian kepada Allah”. Atau kalimat: “marilah
kita bertaqwa dan menjadi hamba yang taat”.
Ketiga rukun di atas harus terdapat dalam kedua khutbah
Jumat itu.
4.
Rukun Keempat: Membaca ayat Al-Quran pada salah satunya
Minimal satu kalimat dari ayat Al-Quran yang mengandung
makna lengkap. Bukan sekedar potongan yang belum lengkap pengertiannya. Maka
tidak dikatakan sebagai pembacaan Al-Quran bila sekedar mengucapkan lafadz: “tsumma
nazhar”.
Tentang tema ayatnya bebas saja, tidak ada ketentuan harus
ayat tentang perintah atau larangan atau hukum. Boleh juga ayat Quran tentang
kisah umat terdahulu dan lainnya.
……. isi khutbah pertama ………
Setelah di itu menutup khutbah pertama dengan do’a untuk
seluruh kaum muslimin dan muslimat.
Lalu duduk sebentar untuk memberi kesempatan
jamaah jum’at untuk beristighfar dan membaca shalawat secara perlahan.
Setelah itu, khatib kembali naik mimbar untuk memulai khutbah kedua. Dilakukan dengan diawali dengan bacaaan hamdallah dan diikuti dengan shalawat.
Setelah itu, khatib kembali naik mimbar untuk memulai khutbah kedua. Dilakukan dengan diawali dengan bacaaan hamdallah dan diikuti dengan shalawat.
5.
Rukun Kelima: Doa untuk umat Islam di khutbah kedua
Pada bagian akhir, khatib harus mengucapkan lafaz yang doa
yang intinya meminta kepada Allah kebaikan untuk umat Islam. Misalnya kalimat: Allahummaghfir
lil muslimin wal muslimat . Atau kalimat Allahumma ajirna minannar
.
Selanjutnya khatib turun dari mimbar yang langsung diikuti
dengan iqamat untuk memulai shalat jum’at. Shalat jum’at dapat dilakukan dengan
membaca surat al a’laa dan al ghasyiyyah, atau surat bisa
juga surat al jum’ah, al kahfi atau yang lainnya.
CONTOH KHUTBAH JUM’AT
اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذي اَرْسَلَ رَسُوْلَهُ
بِالْهُدٰى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلٰى دِيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ
الْمُشْرِكُوْنَ. اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهَ. وَاَشْهَدُ اَنّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه. اَللّٰهُمَّ فَصَلِّ وَ سَلِّمْ عَلٰى مُحَمَّدٍ
نَبِيِّ الْاُمِّيِّ وَعَلٰى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. اَمَّا بَعْدُ فَيَا
اَيُّهَا النَّاس. اِتَّقُ اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَ
اَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
قَالَ اللهُ تَعَالٰى: اَعُذُباللهِ
مِنَ الشَّيْطَان الرجيم
y#øx. crãàÿõ3s? «!$$Î/
öNçGYà2ur $Y?ºuqøBr&
öNà6»uômr'sù ( §NèO öNä3çGÏJã §NèO
öNä3Íøtä §NèO
Ïmøs9Î)
cqãèy_öè? ÇËÑÈ
Sidang jama’ah jum’at yang
berbahagia.
Marilah
kita bersyukur kepada Allah SWT., atas ni’mat yang telah diberikan-Nya kepada
kita.
Kemudian
shalawat dan salam kita tujukan kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan mengucapkan:
Allahumma shalli wa sallim ‘ala Muhammad.
Kemudian
mari kita bertaqwa kepada Allah SWT, jangan sampai kita meninggal dunia,sedang
kita bukan dalam keadaan Islam.
Ma’asiral Muslimiin Rahimakumullah
Adapun judul khutbah jum’at pada
kesempatan ini ialah: KETIKA AJAL DATANG.
Sudah
menjadi keyakinan kita, bahwa segala yang ada permulaannya, pasti akan ada
penghabisannya, setiap yang hidup, setiap yang bernyawa, setiap yang bernafas,
pasti meninggal dunia, tidak ada keabadian dalam kehidupan ini.
Lihatlah
kehidupan yang ada disekitar kita, mulai dari kehidupan tumbuh-tumbuhan,
binatang bahkan sampai kepada kehidupan makhluk bernama manusia, semuanya akan
berubah, semuanya akan meninggalkan dunia ini.
Lihatlah
kita manusia, sejak kita terlahir ke alam dunia, keluar dari alam rahim ibu,
menjadi bayi yang merah tidak berdaya dan tidak membawa apa-apa, kemudian
berangsur menjadi anak-anak, dari kehidupan anak-anak, meningkat lagi kita
menjadi remaja, dan kemudian menjadi dewasa, untuk kemudian memasuki hari tua.
Setelah
kita memasuki hari tua, entah itu seminggu, sebulan,setahun yang akan datang,
bertemulah kita dengan batas waktu, yang telah ditentukan oleh Allah, inilah
yang kita sebut dengan ajal.
Lalu
setelah ajal menjemput kita, selesaikah kehidupan sampai disitu? Ternyata
tidak, kalau lahir merupakan perpindahan hidup dari alam rahim kealam dunia,
maka mati pada hakikatnya adalah perpindahan hidup dari alam dunia menuju alam
selanjutnya, yaitu alam baezakh.
Sidang jama’ah jum’at yang
berbahagia.
Kita
tidak tahu kapan ajal menjemput kita, tetapi ajal pasti datang menjemput kita,
maka sebelum ajal menjemput kita hendaklah kita selalu bertaqwa kepada Allah
SWT.
Seorang penyair yang bernama
Syauqi pernah berkata:
تزوّد بِتّقوى فَاِنَّكَ لا تدرى...
اذا جنَّ اللَّيلُ هَلْ تَعِشُ اِلٰى الْفجْرِ...
Bekalilah dirimu dengan taqwa,
sebab kamu tidak tahu...
Apabila malam datang, apakah kamu
masih bisa hidup besok pagi...
كَمْ مِنْ صِحِيْحٍ مَاتَ مِنْ غَيْرِ عِلَّةٍ...
وَكم مِنْ عَلِيْلٍ عَاشَ حِيْنًا مِنَ الدَّهْرِ...
Betapa banyak orang yang sehat
kemudian meninggal tanpa didahului sakit...
Dan betapa bangak orang yang
sakit yang masih bisa hidup beberapa tahun lagi...
Maka
untuk itu, mari kita bertaqwa kepada Allah, karena kita semua adalah ciptaan
Allah, dan akan kembali kepada-Nya. Dan apakah kita akan mengingkari Allah SWT
yang telah menciptakan kita??
y#øx. crãàÿõ3s? «!$$Î/
öNçGYà2ur $Y?ºuqøBr&
öNà6»uômr'sù ( §NèO öNä3çGÏJã §NèO
öNä3Íøtä §NèO
Ïmøs9Î)
cqãèy_öè? ÇËÑÈ
Pantaskah
kitaingkar kepada Allah, Padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan
kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah
kamu dikembalikan.
Demikianlah
khutbah pada kesempatan ini, mudah-mudahan bermanfaat bagi kita bersama.
بَرَكَ
اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِيْ وَ اِيَّاكُم بِمَا
فِيْهِ مِنَ الِاٰيَاتِ والذِّكْرِالْحَكِيِم .
وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ
وَمِنْكُمْ. تِلَا وَتُهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
KHUTBAH KE-II
اَلْحَمْدُ
لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ. وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ
سُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَ مِنْ سَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِى اللهِ فَلَا
مُضِلَّ لَهُ. وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لَاِ لٰهَ
اِلَّا اللهُ وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهمَّ فَصَلِّ
وَسَلِّمْ عَلٰى مُحَمَّدِ. وَعَلٰى اٰلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ.
اَمَّا
بَعْدُ فَيَا عِبَادَ اللهِ. اُصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْواللهِ فَقَدْ
فَازَالْمُتَّقُونَ.
قَالَ
اللهُ تَعَا لٰى: اِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلّوْنَ عَلٰى النَّبِيِّ.
يَاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَتَسْلِيْمًا.
اللّٰهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِ مُحَمَّدٍ . كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى
َِبرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ اِبْرَاهِيْم. فِى الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ
مَجِيْد.
اَللّٰهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَات
اَلْاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَموَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبٌ
الدَّعوَات وَيَاقَاضِيَ الْحَاجَاتِ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً
وَفِى الْأخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ
الله. اِنَّ اللهَ يَأْ مُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَان. وَاِتَاءِذِى الْقُربَى
وَيَنْهَا عَنِ الْفَحشَاءِ وَالْمُنْكارِ وَالْبَغْيِ. يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ.
وَاسْئَلُهُ
مِنْ فَضْلِهْ يُعْطِيْكُمْ وَلَذِكْرُاللهِ اَكْبَرِ.
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdullah
Shonhaji, 1997, Durratun Nasihin, Semarang, Al-Munawwar.
2. T.M. Hasbi
Ash-Shiddiqy, 1954, Pedoman Shalat, , Jakarta, Pustaka Bintang.
3. H. Sulaiman
Rasjid, 2009, Fiqh Islam, Bandung, Sinar Baru Algensindo.
4. A. Ma’ruf
Asrori, 2000, Khutbah Jum’at
Reformasi Ibadah Ritual dan Sosial, Surabaya,
Al-Miftah
[1]
. Abdullah Shonhaji, Durratun Nasihin (Semarang : Al-Munawwar, 1997),
hlm 217
[2] T.M. Hasbi Ash-Shiddiqy, Pedoman Shalat,
(Jakarta, Pustaka Bintang, 1954), hlm 390
[3] H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam,
(Bandung, Sinar Baru Algensindo,2009), hlm 123
[4] A. Ma’ruf Asrori, Khutbah Jum’at Reformasi
Ibadah Ritual dan Sosial, (Surabaya:
Al-Miftah, 2000) hlm 2
No comments:
Post a Comment