KATEGORISASI KINAYAH
DARI ASPEK MAKNA
MAKALAH
BALAGHAH
DOSEN
PEMBIMBING :
A. MAIRI KURNIADI, S.Pd.I., M.A
DISUSUN
OLEH , KELOMPOK 10:
ANGGA HARDIANTO (07.224.12)
IRFAN EFENDI (07.241.12)
PRODI: Pendidikan Bahasa Arab (PBA)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM
NEGERI
(STAIN)
KERINCI
TAHUN AJARAN 2013-2014
KATA PENGANTAR
Puji dan
syukur dengan hati yang tulus dan pikiran yang jernih kami panjatkan kehadirat
Allah S.W.T. karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, makalah ini dapat hadir
dihadapan pembaca. Adalah hanya dari pertolongan dan izin Allah,
Disamping
itu Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad S.A.W. beserta
keluarganya dan para shahabatnya yang dengan penuh kesetiaan telah mengobarkan
syi’ar Islam yang manpaatnya masih terasa hingga saat ini.
Makalah
yang berada dihadapan pembaca ini membahas tentang “Kategorisasi Kinayah Dari Aspek Makna”. Dan kami berharap, semoga makalah ini dapat
menambah wawasan bagi para pembacanya dan bernilai ibadah bagi penulisnya.
Adalah
sebagai konsekwensi logis bahwa bila nantinya disana-sini akan didapati
beberapa cacat, kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini, kami selaku penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Akhirnya,
dengan segala kerendahan segala bentuk saran maupun kritik dari pihak manapun.
Juga tak lupa penulis sampaikan beribu-ribu terima kasih kepada pihak-pihak
yang turut membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Paling
terakhir, hanya kepada Allah penulis panjatkan rasa syukur dan hanya kepada-Nya
pula urusan penulis kembalikan.
Mudah-mudahan
makalah ini dapat memenuhi keperluan pembaca dan semoga berguna sesuai tujuan
untuk kepentingan Agama, Bangsa, dan Umat Islam pada umumnya. Dan sekali lagi
kami berharap supaya makalah ini dapat bermanpaat bagi pembacanya dan amal
ibadah bagi penulisnya.Amin…..Ya Rabbal ‘Alamiin.
KATEGORISASI KINAYAH DARI ASPEK MAKNA
1.
Pengertian
Kinayah
Menurut Ahmad Al-Hasyimi (1960) kata
Kinayah (كناية) merupakan bentuk mashdar dari kata kerja (كنى – يكنى – كناية
).
Secara
leksikal Kinayah bermakna “يَتَكَلَّمُ
بِهِ لِإِنْسانٍ و يُرِيدُ بِهِ غَيْرُهُمَا “
(suatu perkataan yang diucapkan oleh seseorang, akantetapi maksudnya berbeda
dengan teks yang diucapkannya). Dalam ungkapan Bahasa Arab biasa diucapkan; “ بكذاكناية" maksudnya adalah; “saya meninggalkan
ungkapan yang sharih/jelas dengan ucapan tersebut”.
Sedangkan
Kinayah secara terminologi adalah :
كَلاَمُ
أُطْلَقُ وَ اُرِيْدُ بِهِ لاَزِمٍ مَعْنَاهُ مَعً جَوَازِالْمَعْنَى لِأَصْلِى
Artinya
:
“suatu kalimat yang diungkapkan dengan maksud makna kelazimannya, akantetapi tetap dibolehkan mengambil makna haqiqihnya”.[1]
“suatu kalimat yang diungkapkan dengan maksud makna kelazimannya, akantetapi tetap dibolehkan mengambil makna haqiqihnya”.[1]
Kinayah dalam bidang ilmu balagah sangatlah beragam tergantung dari
aspek makna kita memandangnya. Jenis-jenis Kinayah pada dasarnya dapat dilihat
dari dua aspek; pertama, dari aspek makny ‘anhu-nya (kata-kata yang di-kinayah-kan);
kedua, aspek wasaith (media)-nya.
Kategorisasi Kinayah dari Aspek Wasaith (Media) dapat dibagi kepada
empat kategori yaitu:
1. Ta’ridh (sindiran)
2. Talwih
3. Ima atau isyarah
4. Ramz
Namun pada makalah kami, kami hanya
memaparkan Kinayah dari aspek makna.
Para ulama balagah membagi kinayah dari aspek makny ‘anhu-nya menjadi
tiga jenis, sebagai berikut:
1)
Kinayah
Shifah
Kinayah sifat adalah pengungkapan sifat tertentu secara tidak jelas, melainkan dengan
isyarat atau ungkapan yang dapat menunjukkan kepada maknanya yang umum[2]Istilah
sifat di sini berbeda dengan istilah sifat yang terdapat pada ilmu nahwu (tata
bahasa Arab). Sifat sebagai salah satu karakteristik kinayah mempunyai
makna sifat dalam pengertian maknawinya, seperti kedermawanan, keberanian,
panjang, keindahan, dan sifat-sifat lainnya. Sifat di sini merupakan lawan dari
dzat. Kinayah sifat dapat diketahui dari adanya penyebutan mausuf (yang
disifati) dalam konteks kalimat, baik itu dari lafadznya atau ucapannya maupun
dari dzahirnya.
Misalnya seperti penyebutan lafadz الصديق yakni Abu bakar , الفاروق yakni Umar dan سيف الله yakni
Khalid bin Walid.
Menurut Bakri Syeih Amin (1982)
sifat disini merupakan lawan dari dzat.
Kinayah shifah menurut Ahmad
Al-Hasyimi mempunyai dua jenis, yaitu:
a.
Kinayah
Qaribah
Suatu kinayah dinamakan kinayah
qaribah apabila perjalanan makna dari lafadz yang di-kinayah-kan (makny ‘anhu)
kepada lafadz kinayah tanpa melalui media atau perantara.
Contoh :
رَفيعُ الْعِمَادِ طَوِيلُ النَّجَّادِ
رَفيعُ الْعِمَادِ طَوِيلُ النَّجَّادِ
Ungkapan “رفيع
العماد”
dan “طويل النجاد” pada asalnya bermakna; ‘tinggi
tiangnya’ dan ‘panjang sarung pedangnya’. Dalam uslub kinayah, lafadz-lafadz
tersebut bermakna ‘terhormat’ dan ‘pemberani’. Sehingga kita melihat bahwa
perpindahan makna dari makna asal ke makna kinayah, terjadi tanpa melakukan
wasilah atau perantara berupa lafadz-lafadz yang lainnya.
b.
Kinayah
Ba’idah
Dalam kinayah jenis ini, perpindahan
makna dari makna pada lafadz-lafadz kinayah memerlukan lafadz-lafadz lain untuk
menjelaskannya. Contohnya ada pada ungkapan “كثير
الرماد”
ungkapan di atas apada salnya bermakna; banyak abunya, kemudian digunakan
sebagai bentuk kinayah untuk menyifati seseorang yang memiliki sifat dermawan.
Proses perpindahan dari makna asal
kepada makna kinayah pada ungkapan ini memerlukan beberapa lafadz dan ungkapan
lain untuk menjelaskannya. Urutan makna dari banyak abunya kepada sifat
dermawan bisa dilihat dari ungkapan-ungkapan berikut :
o Seseorang yag banyak abunya
berarti banyak menyalakan api
o Orang yang banyak menyalakan
api berarti banyak memasak
o Orang yang banyak memasak
berarti banyak tamunya
o Orang yang banyak tamunya
biasanya orang yang dermawan[3]
·
Contoh
Kinayah Shifat dalam Al-Qur’an:
Contoh dari al-Qur'an misalnya firman Allah swt yang menyebutkan
sifat-sifat Rasulullah saw dalam surat Al-Ahzab: 45-46:
$pkr'¯»t
ÓÉ<¨Z9$#
!$¯RÎ)
y7»oYù=yör&
#YÎg»x©
#ZÅe³t6ãBur
#\ÉtRur
ÇÍÎÈ $·Ïã#yur
n<Î)
«!$#
¾ÏmÏRøÎ*Î/
%[`#uÅ ur
#ZÏYB
ÇÍÏÈ
Artinya: "Wahaai
Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira
dan pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru kepada Agama Allah dengan
izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi".
2)
Kinayah
Mausuf
Suatu uslub disebut kinayah mausuf apabila yang menjadi maknu
‘anhu-nya atau lafadz yag di-kinayah-kannya adalah mausuf atau dzat.
Lafadz-lafadz yang dikinayah-kan pada jenis kinayah ini adalah mausuf, seperti
ungkapan “أبناء انيل “ yang bermakna ‘bangsa Mesir’. Ungkapan
tersebut merupakan mausuf (dzat) bukan sifat.
Kinayah mausuf ada dua jenis, yaitu:
a.
Kinayah
yang makny ‘anhu-nya diungkapkan hanya dengan satu ungkapan, seperti ungkapan “مَوْطِنٌ
لِأَسْرَارِ “, sebagai kinayah dari lafadz “القلب”.
b.
Kinayah
yang makny ‘anhu-nya diungkapkan dengan ungkapan yang banyak, seperti ungkapan
“مُسْتَوى الْقَامَةِ عَرِيضً لِأَظْفارٍ حى “ sebagai kinayah dari lafadz “لإنسان”. Pada jenis kinayah ini, harus diikhususkan
untuk mausuf, tidak untuk yang lainnya.
·
Contoh Kinayah Maushuf
dalam Al-Qur’an
Contoh dari al-Qur'an misalnya firman Allah swt mengenai kinayah tentang
bahtera dalam surat Al-Qamar: 13:
çm»oYù=yJymur
4n?tã
ÏN#s
8yºuqø9r&
9ß ßur
ÇÊÌÈ
Artinya: "Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari
papan dan paku".
3)
Kinayah
Nisbah
Suatu bentuk kinayah dinamakan
kinayah nisbah apabila lafadz yang menjadi kinayah bukan merupakan sifat dan
bukan pula merupakan mausuf, akan tetapi merupakan hubungan sifat kepada
mausuf.
Contoh:
الْمَجْدُ بَيْنَ ثَوْبِيِكَ
# وَالْكَرَمُ ملءبرديك
Artinya :
“keagungan berada di kedua pakaianmu, dan kemuliaan itu memenuhi kedua baju burdamu”.
Pada syi’ir di atas, pembicara bermaksud menisbahkan keagungan dan kemuliaan orang yang diajak bicara. Namun, ia tak dapat menisbatkan kedua sifat itu secara langsung kepadanya, melainkan kepada sesuatu yang berkaitan dengannya, yakni dua pakaian dan dua selimut. Kinayah yang berupa penisbatan seperti ini dinamakn kinayah nisbah.
“keagungan berada di kedua pakaianmu, dan kemuliaan itu memenuhi kedua baju burdamu”.
Pada syi’ir di atas, pembicara bermaksud menisbahkan keagungan dan kemuliaan orang yang diajak bicara. Namun, ia tak dapat menisbatkan kedua sifat itu secara langsung kepadanya, melainkan kepada sesuatu yang berkaitan dengannya, yakni dua pakaian dan dua selimut. Kinayah yang berupa penisbatan seperti ini dinamakn kinayah nisbah.
Contoh Kinayah Nisbah dalam
Al-Qur’an
Contoh dari
al-Qur'an misalnya firman Allah swt Q.S.
Al-Isra’ : 29
wur
ö@yèøgrB
x8yt
»'s!qè=øótB
4n<Î)
y7É)ãZãã
wur
$ygôÜÝ¡ö6s?
¨@ä.
ÅÝó¡t6ø9$#
yãèø)tFsù
$YBqè=tB
#·qÝ¡øt¤C
ÇËÒÈ
29. Dan janganlah kamu jadikan tanganmu
terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya[852] karena
itu kamu menjadi tercela dan menyesal.
[852] Maksudnya: jangan kamu terlalu kikir, dan
jangan pula terlalu Pemurah.
Menurutnya frasa dalam kalimat “tanganmu
terbelenggu pada lehermu” bukan merupakan metafora yang biasa, melainkan sebuah
metonomie. Arti dari frasa tersebut adalah “jangan kikir”. Hal serupa juga
diberlakukan pada kalimat “jangan terlalu mengulurkannya” yang berarti jangan
tabdzir.
[1] Sumber: http://thalekang.blogspot.com/2013/11/makalah-balaghah-al-kinayah.html diunggah pada
hari minggu (09/06/2014)
[2] Dikutip dari makalah Yayan Nurbayan, Perbedaan Pemahaman Ayat-ayat
Kinayah dalam Al-Qur’an dan Implikasi Hermeneutiknya, hlm. 16
[3] Ali Al-Jarim
dan Mustafa Usman, 2006, Terjemahan Al-Balaghatul Waadhihah, hlm
174
No comments:
Post a Comment