MAKALAH
METODOLOGI
PENELITIAN PENDIDIKAN
Tentang:
LINGKUP
PENELITIAN PENDIDIKAN
Oleh:
Angga Hardianto
Dosen
Pembimbing:
Dr. Dairabi
Kamil, M.Ed
FAKULTAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KERINCI
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bidang pendidikan termasuk rumpun ilmu perilaku, suatu rumpun ilmu yang
mengkaji aktivitas manusia. Lingkup kajian aktivitas manusia sangatlah luas,
mencakup aktivitas manusia sebagai individu atau kelompok, sebagai kesatuan
etnis, bangsa, atau ras, dalam lingkup geografis, administratif atau
sosial-budaya, dalam satuan organisasi, institusi, pemerintahan, berkenaan
dengan kegiatan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pendidikan,
keamanan, keagamaan, kesejahteraan masyarakat, dll.
Dalam makalah ini akan dibahas ruang lingkup penelitian pendidikan dan
selanjutnya dijelaskan masalah penelitian pendidikan dan masalah penelitian
pendidikan karakter.
B. Rumusan Masalah
a.
Apa Ruang Lingkup Penelitian
Pendidikan ?
b.
Apa Masalah-masalah Penelitian
Pendidikan ?
c.
Apa Masalah-masalah Penelitian Pendidikan
Karakter ?
BAB II
PEMBAHASAN
Penelitian
pendidikan berasal dari bahasa Inggris “reseach” (re berarti kembali
dan search berarti mencari). Dengan demikian, reseach
berarti mencari kembali.
Dalam arti
yang luas, penelitian dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan secara
sistematis, untuk mengumpulkan, mengolah, dan menyimpulkan data dengan
menggunakan metode tertentu untuk mencari jawaban atas permasalahan yang
dihadapi.dengan demikian penelitian pendidikan adalah suatu proses yang
dilakukan secara sistematis, logis dan berencana untuk mengumpulkan,mengolah,
menganalisis dan mnyimpulkan data dengan menggunakan metode tertentu untuk
mencari jawaban atas permasalahan yang timbul dalambidang pendidikan.[1]
A. Ruang Lingkup Penelitian Pendidikan
1.
Pendidikan sebagai suatu sistem
Manusia adalah makhluk individu dan
makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat melepaskan dirinya
dari orang lain. Secara kodrati, manusia akan selalu hidup bersama dalam
berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam kehidupan seperti itulah terjadi
interaksi manusia, baik interaksi dengan alam lingkungan, interaksi dengan
sesamanya maupun interaksi dengan Tuhan, baik disengaja maupun tidak disengaja.
Salah satu bentuk interaksi manusia yang dilakukan secara sengaja adalah
pendidikan. Manusia sadar bahwa tanpa pendidikan, perkembangan dan pertumbuhan
potensi kemanusiaannya akan berjalan lamban dan tidak optimal.
Secara operasional, proses
pendidikan terjadi dengan melibatkan berbagai unsur dan senantiasa terkait
dengan fenomena sosial lainnya. Oleh karena itu, pendidikan juga dapat dipahami
dari pendekatan sistematik bahwa pendidikan merupakan salah satu bentuk sistem
sosial. Sistem juga dapat diartikan sebagai suatu unsur atau komponen yang
saling berinteraksi secara fungsional dalam memproses masukan menjadi keluaran.
Menurut definisi tradisional, sistem adalah seperangkat komponen atau
unsur-unsur yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu.
Para
ahli lain mengemukakan pengertian sistem sebgai berikut:
1.
Sistem
adalah suatu kesatuan yang terorganisasi terdidri atas sejumlah komponenn yang
saling berhubungan dalam rangka mencapai tujuan yang hendak dicapai.
2.
Sistem
adalah sekelompok objek/bagian/komponen yang terindependen dan berhubungan satu
sama lain.
3.
West
Churchman mengatakan bahwa sistem adalah seperangkat bagian yang telah
dikoordinasikan untuk mencapai seperangkat tujuan.
Sebuah sistem memiliki ciri-ciri diantaranya adalah
1.
Tujuan,
2.
Fungsi-fungsi
yang diperlukan untuk mencapai tujuan
3.
Komponen-komponen
4.
Interaksi
atau saling berhubungan
5.
Penggabungan
yang menimbulkan jalinan paduan
6.
Proses
transformasi
7.
Umpan
balik untuk koreksi
8.
Daerah
batasan dan lingkungan.[2]
Jadi
dapat disimpulkan bahwa sistem adalah seperangkat komponen yang saling
berhubungan dan bekerjasama untuk mencapai tujuan.
2.
Komponen-komponen proses pendidikan
Pendidikan pada dasarnya merupakan
interaksi antara faktor-faktor yang terlibat didalamnya guna mencapai tujuan.
Proses sederhana yang menggambarkan interaksi unsur pendidikan dapat dilihat
secara jelas dalam proses belajar yang terjadi dalam lembaga pendidikan formal,
tepatnya dikelas, yaitu manakala guru mengajarkan nilai-nilai ilmu dan
keterampilan kepada anak didik, dan anak didik menerima pengajaran tersebut
terjadilah apa yang dinamakan proses belajar.
Ruang lingkup penelitian pendidikan
dilihat dari faktor atau komponen pendidikan adalah dasar dan tujuan, pendidik,
anak didik, materi, metode, alat dan lingkungan.
a. Dasar dan tujuan pendidikan
1) Dasar Pendidikan.
Dasar
yang menjadi acuan pendidikan harus merupakan sumber nilai lebenaran dan
kekuatan yang dapat mengantarkan pada aktivitas yang dicita-citakan. Nilai yang
terkandung harus mencerminkan nilai yang universal tentang seluruh aspek
kehidupan manusia, serta merupakan standar nilai yang dapat mengevaluasi
kegiatan pendidikan yang selama ini berjalan.
2) Tujuan pendidikan
Tingkah
laku manusia, secara sadar maupun tidak sadar tentu berarah pada tujuan.
Demikian juga halnya tingkah laku manusia yang bersifat dan bernilai
pendidikan. Keharusan terdapatnya tujuan pada tindakan pendidikan didasari oleh
sifat ilmu pendidikan yang normatif dan praktis. Sebagai ilmu pengetahuan
normatif , ilmu pendidikan merumuskan kaidah-kaidah; norma-norma dan atau
ukuran tingkahlaku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia. Sebagai
ilmu pengetahuan praktis, tugas pendidikan dan atau pendidik maupun guru ialah
menanamkam sistem-sistem norma tingkah-laku perbuatan yang didasarkan kepada
dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan danpendidik dalam
suatu masyarakat (Syaifulah, 1981). Langeveld mengemukakan bahwa pandangan
hidup manusia menjiwai tingkah laku perbuatan mendidik. Tujuan umum atau tujuan
mutakhir pendidikan tergantung pada nilai-nilai atau pandangan hidup tertentu.
Pandangan hidup yang menjiwai tingkahlaku manusia akan menjiwai tingkahlaku
pendidikan dan sekaligus akan menentukan tujuan pendidikan manusia.
b. Peserta Didik
Perkembangan
konsep pendidikan yang tidak hanya terbatas pada usia sekolah saja memberikan
konsekuensi pada pengertian peserta didik. Kalau dulu orang mengasumsikan
peserta didik terdiri dari anak-anak pada usia sekolah, maka sekarang peserta
didik dimungkinkan termasuk juga didalamnya orang dewasa. Mendasarkan pada
pemikiran tersebut di atas maka pembahasan peserta didik seharusnya bermuara
pada dua hal tersebut di atas.
Persoalan
yang berhubungan dengan peserta didik terkait dengan sifat atau sikap anak
didik dikemukakan oleh Langeveld sebagai berikut :
Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, oleh sebab itu anak memiliki sifat kodrat kekanak-kanakan yang berbdeda dengan sifat hakikat kedewasaan. Anak memiliki sikap menggantungkan diri, membutuhkan pertolongan dan bimbingan baik jasmaniah maupun rohaniah. Sifat hakikat manusia dalam pendidikan ia mengemukakan anak didik harus diakui sebagai makhluk individu dualitas, sosialitas dan moralitas. Manusia sebagai mahluk yang harus dididik dan mendidik.
Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, oleh sebab itu anak memiliki sifat kodrat kekanak-kanakan yang berbdeda dengan sifat hakikat kedewasaan. Anak memiliki sikap menggantungkan diri, membutuhkan pertolongan dan bimbingan baik jasmaniah maupun rohaniah. Sifat hakikat manusia dalam pendidikan ia mengemukakan anak didik harus diakui sebagai makhluk individu dualitas, sosialitas dan moralitas. Manusia sebagai mahluk yang harus dididik dan mendidik.
c. Pendidikan
Salah
satu komponen penting dalam pendidikan adalah pendidik. Terdapat beberapa jenis
pendidik dalam konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak terbatas
pada pendidikan sekolah saja. Ditinjau dari lembaga pendidikan muncullah
beberapa individu yang tergolong pada pendidik. Guru sebgai pendidik dalam
lembaga sekolah, orang tua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga, dan
pimpinan masyarakat baik formal maupun informal sebagai pendidik dilingkungan
masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut diatas Syaifullah (1982) mendasarkan
pada konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang termasuk kategori
pendidi adalah 1) orang dewasa, 2) orang tua, 3) guru/pendidik, dan 4) pemimpin
kemasyarakatan, dan pemimpin keagamaan.
d. Metode
Pendidikan
Dalam interaksi pendidikan tidak terlepas dari metode atau bagaimana pendidikan
dilaksanakan. Terdapat beberapa metode yang dilakukan dalam mendidik, yaitu :
1)
Metode Diktatoral
Metode ini bersumber dari teori empiris yang menyatakan bahwa perkembangan
manusia semata-mata ditentukan oleh faktor luar manusia. Metode ini menimbulkan
sikap dictator dan otoriter, pendidik yang menentukan segalanya.
2)
Metode Liberal
Bersumber dari pendirian Naturalisme yang berpendapat bahwa perkembangan
manusia itu sebagian besar ditentukan oleh kekuatan dari dalam yang secara
wajar ada pada diri manusia. Pandangan ini menimbulkan sikap bahwa pendidik
jangan terlalu banyak ikut campur terhadap perkembangan anak. Membiarkan anak
berkembang sesuai dengan kodratnya secara bebas.
3)
Metode Demokratis
Bersumber dari teori konvergen yang mengatakan bahwa perkembangan manusia
itu tergantung pada faktor dari dalam dan dari luar. Didalam perkembangan anak
kita tidak boleh bersifat menguasai anak, tetapi harus bersifat membimbing
perkembangan anak. Disini tampak bahwa pendidik dan anak didik sama-sama
penting dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan.
e. Isi
Pendidikan/Materi Pendidikan
Isi pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan tujuan pendidikan. Untuk
mencapai tujuan pendidikan perlu disampaikan kepada peserta didik isi/materi
yang biasanya disebut kurikulum dalam pendidikan formal.Macam-macam pendidikan
tersebut terdiri dari pendidikan agama, pendidikan social, pendidikan
keterampilan, pendidikan jasmani dll.
f. Lingkungan
Pendidikan
Lingkungan pendidikan meliputi segala segi kehidupan atau kebudayaan. Hal ini
didasarkan pada pendapat bahwa pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak
membatasi pendidikan pada sekolah saja. Dalam artian yang sederhana lingkungan
pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di sekeliling anak didik dan
komponen-komponen pendidikan yang lain.
g. Alat dan
Fasilitas Pendidikan
Alat dan fasilitas pendidikan sangat dibutuhkan dalam proses pendidikan,
dengan adanya fasilitas-fasilitas pendidikan maka proses pendidikan akan
berjalan dengan lancar sehingga tujuan pendidikan akan mudah dicapai.
Misalnya laboratorium lengkap dengan alat-alat percobaannya, internet
dll. [3]
Penelitian
dalam bidang pendidikan banyak yang lebih diarahkan pada aplikasi dari konsep
dan teori. Penelitian demikian ini dikelompokkan sebagai penelitian terapan
atau applied research.
Ruang lingkup dan kajian pendidikan,
diantaranya: komponen-komponen proses pendidikan dan penelitian bidang
pendidikan. Komponen-komponen proses pendidikan tersebut meliputi: interaksi
pendidikan, tujuan pendidikan, lingkungan pendidikan, dan pergaulan pendidikan.
Sedangkan penelitian bidang-bidang pendidikan, antara lain meliputi: penelitian
bidang ilmu dan praktek pendidikan, akan dijelaskan dalam uraian berikut.
1. Penelitian Bidang ilmu dan Praktik Pendidikan
Penelitian dalam bidang pendidikan banyak yang lebih diarahkan pada
aplikasi dari konsep dan teori. Penelitian demikian ini dikelompokkan
sebagai penelitian terapan atau applied research. Disamping dua jenis
penelitian di atas dalam bidang ini dapat juga mengevaluasi pelaksanan
atau keberhasilan suatu sistem, ketepatan penggunaan suatu sistem,
program model, metode, media, instrumen, dsb.
a. Pendidikan Teoritis
Penelitian yang diarahkan pada kajian bidang pendidikan teoritis ini,
antara lain meliputi:
1)
Kajian filosofis tentang
pendididikan: idealisme, realisme, pragmatisme, eksistensialisme.
2)
Pendidikan dalam orientasi:
tranmisi, transaksi, dan tranformasi.
3)
Konsep-konsep pendidikan,
perenialisme, esensialisme, romantisme, progresivisme, teknologi pendidikan dan
pendidikan pribadi.
b.
Pendidikan Praktis
Pengelompokan bidang pendidikan praktis tersebut, sebagai berikut:
1)
Berdasarkan lingkungan dan kelompok
usia
2)
Berdasarkan jenjang
3)
Berdasarkan Bidang Studi
2. Penelitian Bidang Ilmu, Praktik Kurikulum dan
Pembelajaran
Pada umumnya penelitian dalam bidang kurikulum dan pengajaran/pembelajaran
diarahkan dari aplikasi dari teori atau konsep sebagai penelitian terapan
atau applied research. Selain itu, dalam penelitian bidang
kurikulum dan pengajaran, dapat juga dilakukan penelitian evaluasi,
misalnya untuk mengevaluasi pelaksanaan atau keberhasilan suatu model
desain kurikulum/pembelajaran, implementasi kurikulum, ketepatan penggunaan
suatu model, metode, media pembalajaran, instrumen evaluasi.
3. Lingkup penelitian Kurikulum dan Pembelajaran
Syaodih (2005) membagi lingkup penelitian kurikulum dan pembelajaran
terdiri dari: kurikulum teoritis dan kurikulum praktis, meliputi:
kurikulum sebagai rencana (curriculum design), penyusunan kurikulum,
implementasi kurikulum, evaluasi dan penyempurnaan kurikulum, serta manajemen
kurikulum.
a. Kurikulum Teoritis (penelitian
dasar)
1)
Teori-teori desain dan rekayasa
kurikulum
2)
Teori-teori
pengajaran/pembelajaran
3)
Teori-teori belajar
4)
Teori-teori evaluasi
b. Kurikulum Praktis (penelitian
terapan dan evaluasi)
1)
Kurikulum sebagai rencana
(curriculum design)
2)
Penyusunan Kurikulum
3)
Implementasi Kurikulum
4)
Evaluasi dan penyempurnaan kurikulum
5)
Manajemen kurikulum
4. Penelitian Bidang Ilmu dan Praktik Bimbingan dan Konseling
Lingkup Bidang Bimbingan dan Konseling (BK), meliputi: bimbingan konseling
teoritis dan bimbingan konseling praktik. Berikut akan dijabarkan secara rinci,
baik bimbingan konseling teoritis maupun praktik. [4]
a. Bimbingan konseling teoritis, meliputi:
1)
Teori bimbingan
2)
Teori konseling
3)
Teori kepribadian
4)
Teori perkembangan
5)
Teori balajar
6)
Teori pengukuran
b.
Bimbingan
konseling praktik:
1) Berdasarkan layanan
a)
Layanan pengukuran dan pengumpulan
data
b)
Layanan Pemberian informasi
c)
Layanan penempatan
d)
Layanan konseling
e)
Layanan pengembangan
5. Penelitian Bidang Ilmu dan Praktik Manajemen
Pendidikan
Kajian terhadap bidang ilmu dan praktik manajemen tersebut yang menjadi
perhatian dalam penelitian pendidikan dirinci sebagai berikut. [5]
a. Lingkup manajemen pendidikan
teoritis
b. Lingkup manajemen pendidikan
teoritis praktis
1)
Kepemimpinan
2)
Model‐model
manajemen
3)
Berdasarkan proses manajemen
4)
Berdasarkan komponen/ segi
pengelolaannya manajemen program pendidikan
5)
Berdasarkan komponen
pendidikan
B. Masalah-masalah
Penelitian Pendidikan
Masalah penelitian dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis menurut
Sugiyono (1994 : 36-39), antara lain :
1. Permasalahan
Deskriptif
Permasalahan deskriptif merupakan permasalahan dengan variabel mandiri baik
hanya pada satu variabel atau lebih (variabel yang berdiri sendiri). Dalam
penelitian ini, peneliti tidak membuat perbandingan variabel yang satu pada
sampel yang lain, hanya mencari hubungan variabel yang satu dengan variabel
yang lain.
2. Permasalahan
Komparatif
Permasalahan ini merupakan rumusan masalah penelitian yang membandingkan
keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel yang berbeda
pada waktu yang berbeda.
3. Permasalahan
Asosiatif
Merupakan rumusan masalah penelitian yang bersifat menanyakan hubungan
antara dua variabel atau lebih. Terdapat tiga bentuk hubungan, yaitu
a.
Hubungan simetris adalah suatu
hubungan antara dua variabel atau lebih yang kebetulan munculnya bersama.
b.
Hubungan kausal Hubungan kausal
adalah hubungan yang bersifat sebab akibat. Jadi disini ada variabel independen
(variabel yang mempengaruhi) dan dependen (dipengaruhi),
c. Hubungan
interaktif/ resiprocal/ timbal balik Hubungan interaktif adalah hubungan yang
saling mempengaruhi. Di sini tidak diketahui mana variabel independen dan
dependen,
John Dewey dan Kerlinger (dalam Sukardi, 2009:21) mendefinisikan bahwa
permasalahan adalah kesulitan yang dirasakan oleh orang awam maupun para peneliti;
permasalahan dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang menghalangi tercapainya
tujuan. Secara umum, suatu masalah didefinisikan sebagai keadaan atau
kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Masalah sebagai antara kebutuhan yang diinginkan dan kebutuhan
yang ada (Setyosari, 2010:53). Misalnya, diharapkan bahwa peserta didik
memperoleh nilai skor rata-rata 80 dalam suatu ujian. Ternyata, skor rata-rata
yang dicapai peserta didik hanya sebesar 60. Ini berarti ada kesenjangan.
Rendahnya perolehan skor rata-rata tersebut dapat menjadi suatu masalah, karena
untuk mencapai ketuntasan minimal (KKM) mereka harus mendapatkan skor minimal,
misalnya 75. Apa sebenarnya yang menjadi penyebab masalah rendahnya skor
rata-rata tersebut?.
Tujuan penelitian memegang peranan yang sangat penting karena merupakan
arah dan sasaran yang harus dicapai. Tujuan umum penelitian pendidikan adalah
untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, konsep,
prinsip dan generalisasi tentang pendidikan, baik berupa teori maupun praktik.
Secara khusus, tujuan penelitian pendidikan bergantung kepada permasalah
pendidikan.[6]
Dalam mencapai tujuan penelitian pendidikan, tidak lepas dari masalah yang
dihadapi oleh peneliti. Masalah dalam penelitian pendidikan dapat diperoleh
dari berbagai sumber yang terkait dengan bidang pendidikan, Sukardi
(2009:22-24), menyebutkan antara lain:
1.
Pengalaman seseorang atau kelompok.
Pengalaman mengajar di kelas, pengamatan terhadap lingkungan sekitar.
Pengalaman orang yang telah lama menekuni bidang profesi pendidikan dapat
digunakan untuk membantu mencari permasalahan yang signifikan diteliti.
2.
Lapangan tempat bekerja.
Tempat-tempat dimana seseorang maupun peneliti bekerja adalah juga merupakan
salah satu sumber permasalahan yang baik. Para peneliti dapat melihat secara
langsung, mengalami dan bertanya pada satu, dua, atau banyak orang dalam
pekerjaannya. Seorang guru misalnya, akan merasakan bahwa sekolah dan komponen
yang berkaitan dengan tercapainya tujuan sekolah dapat dijadikan sebagai sumber
penelitian.
3.
Laporan hasil penelitian. Sumber
yang ketiga untuk memperoleh permasalahan yang signifikan adalah perpustakaan
atau internet di mana hasil-hasil penelitian para peneliti berada. Dari hasil
penelitian, yang biasanya dalam bentuk jurnal, biasanya disamping ada hasil
temuan yang baru juga ada kemungkinan penelitian yang direkomendasikan karena
berkaitan dengan hasil penelitian yang telah ada. Dari banyaknya laporan
penelitian, seorang peneliti dimungkinkan dapat memperoleh gambaran
permasalahan yang baik untuk diteliti.
4.
Sumber-sumber yang berasal dari
pengetahuan orang lain. Perkembangan ilmu pengetahuan yang lain di luar bidang
yang dikuasai seringkali memberikan pengaruh munculnya permasalahan penelitian.
Misalnya, gerakan reformasi yang muncul setelah Orde Baru, ternyata telah
memunculkan dan mempengaruhi sikap dan tuntutan para guru untuk memperoleh gaji
dan status profesi yang lebih baik. Era global telah mempengaruhi mobilitas dan
transformasi tenaga kerja di beberapa negara, serta telah mempengaruhi sistem
pendidikan dan sistem penilaian lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK).
Gerakan hak asasi manusia di masyarakat telah mempengaruhi sikap dan tingkah
laku masyarakat menjadi lebih berani dalam mengajukan hak-haknya yang telah
lama hilang.
Namun demikian, masalah yang
bersumber dari tempat yang tepat belum tentu semuanya dapat digunakan sebagai
masalah penelitian, maka perlu adanya identifikasi masalah oleh peneliti.
C. Masalah-masalah
Penelitian Pendidikan Karakter
Bila ditelusuri asal karakter
berasal dari bahasa Latin “kharakter”, “kharassein”, “kharax”,
dalam bahasa Inggris: character dan Indonesia “karakter”, Yunani “character”
dari charassein yang berarti membuat tajam, membuat dalam. Dalam kamus
Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan,
akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional kata karakter berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau
budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lainnya, atau bermakna
bawan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat,
tabiat, temperamen, watak.
Sementara
menurut istilah (terminologis) terhadap beberapa pengertian tentang karakter,
sebagaimana telah dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1.
Hornby
and Parnwell (1972) mendefinisikan karakter adalah kualitas mental atau moral,
kekuatan moral, nama atau reputasi.
2.
Tadkirotun
Musfiroh (2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitude),
perilaku (behaviors), motivasi (motivation), dan keterapilan (skills).
3.
Hermawan
Kartajaya (2010) mendefinisikan karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh
suatu benda taua individu (manusia). Chiri khas tersebut adalah asli, dan
mengakar kepada kepribadian benda atau indivisdu tersebut yang merupakan mesin
pendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berujar, serta merespons
sesuatu.
4.
Simon
Philips (2008) karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem,
yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan.
5.
Doni
Koesoema A. (2007) memahami bahwa karakter sama dengan kepribadian.
Kepribadian dianggap sebagai ciri atau
karateristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari
bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan.
6.
Winnie
memahami bahwa istilah karakter memiliki dua pengertian tentang karakter. Pertama,
ia menunjukkan bagaimana seseorng bertingkah laku. Apabila seseorang
bertingkah laku tidak jujur, kejam, atau rakus, tentulah orang tersebut
memanifestasikan perilaku buruk. Sebaliknya seseorang berperilaku jujur, suka
menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan karakter mulia. Kedua,
istilah karakter erat kaitannya dengan ‘personality’. Seseorang yang
baru bisa disebut orang yang berkarakter apabila tingkah lakunya sesuai kaidah
moral.
7.
Sedangkan
Imam Ghazali menganggap bahwa karakter lebih dekat dengan akhlak, yaitu
spontanitas manusia dalam bersikap, atau melakukan perbuatan yang telah menyatu
dalam diri manusia sehingga ketiak muncul tidak perlu dipikirkan lagi.[7]
Beradasarkan
beberapa pengertian diatas, dapat dimaknai bahwa karakter adalah keadaan asli
yang ada dalam diri individu seseorang yang membedakan antara dirinya dengan
orang lain.
Empat
nilai karakter yang paling terkenal dari Nabi penutup zaman adalah shiddiq (benar),
amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan kebenaran), dan fathanah
(menyatukan kata dan perbuatan).
Kementerian
Pendidikan Nasional (Kemendiknas) telah merumuskan 18 nilai karakter yang
tertuang dalam buku Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa yang
disusun Kemendiknas melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum
(Kemeterian Pendidikan Nasional, 2010).
1.
Religius,
yakni ketaatan dan kepatuhan dalam memahami dan melaksanakan ajaran agama
(aliran kepercayaan) yang dianut, termasuk dalam hal ini sikap toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama (aliran kepercayaan) lainnya, serta hidup rukun dan
berdampingan.
2.
Jujur,
yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan kesatuan antara pengetahuan,
perkataan dan perbuatan (mengetahui yang benar, mengatakan yang benar dan
melakukan yang benar), sehingga menjadikan orang yang bersangkutan sebagai
pribadi yang dapat dipercaya.
3.
Toleransi,
yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan terhadap perberdaan
agama, aliran kepercayaan, suku, adat, bahasa, ras, etnis, pendapat, dan
hal-hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar dan terbuka, serta dapat
hidup tenang di tengah perbedaan tersebut.
4.
Disiplin,
yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala bentuk peraturan
dan tata tertib yang berlaku.
5.
Kerja
keras, yakni yang menunjukkan upaya secara sungguh-sungguh (berjuang sampai
darah penghabisan) dalam menyelesaikan berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan,
dan lain-lain dengan sebaik-baiknya.
6.
Kreatif,
yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam berbagai segi dalam
memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan cara-cara baru, bahkan
hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya.
7.
Mandiri,
yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan. Namun hal ini bukan berarti
tidak boleh kerjasama secara kolaboratif, melainkan tidak boleh melemparkan
tugas dan tanggug jawab kepada orang lain.
8.
Demokratis,
yakni sikap dan cara berfikir yang mencerminkan persamaan hak dan kewajiban
secara adil dan merata antara dirinya dengan orang lain.
9.
Rasa
ingin tahu, yakni cara berfikir, sikap dan perilaku yang mencerminkan penasaran
dan keinginan terhadap segala yang dilihat, didengar dan dipelajari secara
lebih mendalam.
10.
Semangat
kebangsaan atau nasionalisme, yakni sikap dan tindakan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau individu dan
golongan.
11.
Cinta
tanah air, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa bangga, setia,
peduli dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, budaya, ekonomi, politik
dan sebagainya, sehingga tidak mudah menerima tawaran bangsa lain yang dapat
merugikan bangsa sendiri.
12.
Menghargai
prestasi, yakni sikap terbuka terhadap prestasi orang lain dan mengakui
kekurangan diri sendiri tanpa mengurangi semangat berprestasi yang lebih
tinggi.
13.
Komunikatif,
senang bersahabat atau proaktif, yakni sikap dan tindakan terbuka terhadap
orang lain melalui kemunikasi yang santun sehingga tercipta kerjasama secara
kolaboratif dengan baik.
14.
Cinta
damai, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan suasana damai, aman, tenang,
dan nyaman atas kehadiran dirinya dalam komunitas atau masyarakat tertentu.
15.
Gemar
membaca, yakni kebiasaan denga tanpa paksaan untuk menyediakan waktu secara
khusus guna membaca berbagai informasi, baik nuku, jurnal, majalah, koran dan
sebagainya, sehingga menimbulkan kebijakan bagi dirinya.
16.
Peduli
lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya menjaga dan
melestarikan lingkungan sekitar.
17.
Peduli
sosial, yakni sikap dan perbuatanyang mencerminkan kepedulian terhadap orang
lain maupun masyarakat yang membutuhkan.
18.
Tanggung
jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya baik yang terkait dengan diri sendiri, sosial, masyarakat, bangsa,
negara maupun negara.[8]
Pendidikan karakter merupakan program baru yang
diprioritaskan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Sebagai program baru masih
menghadapi banyak kendala. Kendala-kendala tersebut adalah:
1. Nilai-nilai karakter yang dikembangkan di sekolah belum
terjabarkan dalam indikator yang representatif. Indikator yang tidak
representatif dan baik tersebut menyebabkan kesulitan dalam mengungukur
ketercapaiannya.
2.
Sekolah belum dapat memilih
nilai-nilai karakter yang sesuai dengan visinya. Jumlah nilai-nilai karakter
demikian banyak, baik yang diberikan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan,
maupun dari sumber-sumber lain. Umumnya sekolah menghadapi kesulitan memilih
nilai karakter mana yang sesuai dengan visi sekolahnya. Hal itu berdampak pada
gerakan membangun karakter di sekolah menjadi kurang terarah dan fokus,
sehingga tidak jelas pula monitoring dan penilaiannya.
3.
Pemahaman guru tentang konsep
pendidikan karakter yang masih belum menyeluruh. Jumlah guru di Indonesia yang
lebih 2 juta merupakan sasaran program yang sangat besar. Program pendidikan
karakter belum dapat disosialisaikan pada semua guru dengan baik sehingga
mereka belum memahaminya.
4.
Guru belum dapat memilih
nilai-nilai karakter yang sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya. Selain
nilai-nilai karakter umum, dalam mata pelajaran juga terdapat nilai-nilai
karakter yang perlu dikembangkan guru pengampu. Nilai-nilai karakter mata
pelajaran tersebut belum dapat digali dengan baik untuk dikembangkan dalam
proses pembelajaran.
5.
Guru belum memiliki kompetensi
yang memadai untuk mengintegrasikan nilai-niai karakter pada mata pelajaran
yang diampunya. Program sudah dijalankan, sementara pelatihan masih sangat terbatas
diikuti guru menyebabkan keterbatasan mereka dalam mengintegrasikan nilai
karakter pada mata pelajaran yang diampunya.
6.
Guru belum dapat menjadi teladan
atas nilai-nilai karakter yang dipilihnya. Permasalahan yang paling berat
adalah peran guru untuk menjadi teladan dalam mewujudkan nilai-nilai karakter
secara khusus sesuai dengan nilai karakter mata pelajaran dan nilai-nilai
karakter umum di sekolah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian dalam bidang pendidikan banyak yang lebih diarahkan pada
aplikasi dari konsep dan teori sehingg dikelompokkan sebagai penelitian terapan
atau applied research. Selain penelitian bidang ilmu dan praktek
pendidikan, juga dilakukan untuk mengevaluasi pelaksanan atau keberhasilan
suatu sistem, ketepatan penggunaan suatu sistem, program model, metode, media,
instrumen pembelajaran.
Dalam mencapai tujuan penelitian
pendidikan ada beberapa masalah yang dihadapi dalam penelitian diantaranya pengalaman
seseorang atau kelompok, lapangan tempat bekerja, laporan hasil penelitian, sumber-sumber
yang berasal dari pengetahuan orang lain.
Dan dalam penelitian pendidikan
karakter kendala yang dihadapi diantaranya nilai-nilai
karakter yang dikembangkan di sekolah belum dikembangkan dengan baik dan juga
belum memadainya penerapan nilai-nilai karakter di sekolah.
[1] Amirul Hadi, Metodologi
Penelitian Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia. 1998), h. 12.
[2] Mahmud, MetodePenelitian
Pendidikan,(Bandung:Pustaka Setia.2011), h. 51
[3] Ibid, 52
[4] Nana Syoadih Sukmadinata, Metode
Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2005), h. 45
[6] Zainal Arifin,
Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2011), h. 5
[7] Heri Gunawan, Pendidikan
Karakter, (Bandung: Alfabeta. 2004), h. 2-3.
[8] Suyadi, Strategi
Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2013), h. 9.
No comments:
Post a Comment