Thursday, December 25, 2014

MAKALAH BALAGHAH : KATEGORISASI KINAYAH DARI ASPEK MAKNA



KATEGORISASI KINAYAH
DARI ASPEK MAKNA

MAKALAH
BALAGHAH
DOSEN PEMBIMBING :
A. MAIRI KURNIADI, S.Pd.I., M.A

DISUSUN OLEH , KELOMPOK 10:
ANGGA HARDIANTO (07.224.12)
IRFAN EFENDI (07.241.12)

PRODI: Pendidikan Bahasa Arab (PBA)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KERINCI
TAHUN AJARAN 2013-2014


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dengan hati yang tulus dan pikiran yang jernih kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T. karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, makalah ini dapat hadir dihadapan pembaca. Adalah hanya dari pertolongan dan izin Allah,

Disamping itu Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad S.A.W. beserta keluarganya dan para shahabatnya yang dengan penuh kesetiaan telah mengobarkan syi’ar Islam yang manpaatnya masih terasa hingga saat ini.

Makalah yang berada dihadapan pembaca ini membahas tentang Kategorisasi Kinayah Dari Aspek Makna. Dan kami berharap, semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi para pembacanya dan bernilai ibadah bagi penulisnya.

Adalah sebagai konsekwensi logis bahwa bila nantinya disana-sini akan didapati beberapa cacat, kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini, kami selaku penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Akhirnya, dengan segala kerendahan segala bentuk saran maupun kritik dari pihak manapun. Juga tak lupa penulis sampaikan beribu-ribu terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Paling terakhir, hanya kepada Allah penulis panjatkan rasa syukur dan hanya kepada-Nya pula urusan penulis kembalikan.

Mudah-mudahan makalah ini dapat memenuhi keperluan pembaca dan semoga berguna sesuai tujuan untuk kepentingan Agama, Bangsa, dan Umat Islam pada umumnya. Dan sekali lagi kami berharap supaya makalah ini dapat bermanpaat bagi pembacanya dan amal ibadah bagi penulisnya.Amin…..Ya Rabbal ‘Alamiin.



 

KATEGORISASI KINAYAH DARI ASPEK MAKNA

1.      Pengertian Kinayah
Menurut Ahmad Al-Hasyimi (1960) kata Kinayah (كناية) merupakan bentuk mashdar dari kata kerja (كنى – يكنى – كناية  ).
Secara leksikal Kinayah bermakna يَتَكَلَّمُ بِهِ لِإِنْسانٍ و يُرِيدُ بِهِ غَيْرُهُمَا (suatu perkataan yang diucapkan oleh seseorang, akantetapi maksudnya berbeda dengan teks yang diucapkannya). Dalam ungkapan Bahasa Arab biasa diucapkan; “ بكذاكناية" maksudnya adalah; “saya meninggalkan ungkapan yang sharih/jelas dengan ucapan tersebut”.
Sedangkan Kinayah secara terminologi adalah :

كَلاَمُ أُطْلَقُ وَ اُرِيْدُ بِهِ لاَزِمٍ مَعْنَاهُ مَعً جَوَازِالْمَعْنَى لِأَصْلِى
Artinya :
“suatu kalimat yang diungkapkan dengan maksud makna kelazimannya, akantetapi tetap dibolehkan mengambil makna haqiqihnya”.[1]

Kinayah dalam bidang ilmu balagah sangatlah beragam tergantung dari aspek makna kita memandangnya. Jenis-jenis Kinayah pada dasarnya dapat dilihat dari dua aspek; pertama, dari aspek makny ‘anhu-nya (kata-kata yang di-kinayah-kan); kedua, aspek wasaith (media)-nya.
Kategorisasi Kinayah dari Aspek Wasaith (Media) dapat dibagi kepada empat kategori yaitu:
1.       Ta’ridh (sindiran)
2.       Talwih
3.       Ima atau isyarah
4.       Ramz 
Namun pada makalah kami, kami hanya memaparkan Kinayah dari aspek makna.










Para ulama balagah membagi kinayah dari aspek makny ‘anhu-nya menjadi tiga jenis, sebagai berikut:

1)                  Kinayah Shifah
Kinayah sifat adalah pengungkapan sifat tertentu secara tidak jelas, melainkan dengan isyarat atau ungkapan yang dapat menunjukkan kepada maknanya yang umum[2]Istilah sifat di sini berbeda dengan istilah sifat yang terdapat pada ilmu nahwu (tata bahasa Arab). Sifat sebagai salah satu karakteristik kinayah mempunyai makna sifat dalam pengertian maknawinya, seperti kedermawanan, keberanian, panjang, keindahan, dan sifat-sifat lainnya. Sifat di sini merupakan lawan dari dzat. Kinayah sifat dapat diketahui dari adanya penyebutan mausuf (yang disifati) dalam konteks kalimat, baik itu dari lafadznya atau ucapannya maupun dari dzahirnya.
Misalnya seperti penyebutan lafadz الصديق  yakni Abu bakar , الفاروق  yakni Umar dan سيف الله  yakni Khalid bin Walid.

Menurut Bakri Syeih Amin (1982) sifat disini merupakan lawan dari dzat.
Kinayah shifah menurut Ahmad Al-Hasyimi mempunyai dua jenis, yaitu:
a.       Kinayah Qaribah
Suatu kinayah dinamakan kinayah qaribah apabila perjalanan makna dari lafadz yang di-kinayah-kan (makny ‘anhu) kepada lafadz kinayah tanpa melalui media atau perantara.
Contoh :
رَفيعُ الْعِمَادِ طَوِيلُ النَّجَّادِ
Ungkapan “رفيع العماد” dan “طويل النجاد”  pada asalnya bermakna; ‘tinggi tiangnya’ dan ‘panjang sarung pedangnya’. Dalam uslub kinayah, lafadz-lafadz tersebut bermakna ‘terhormat’ dan ‘pemberani’. Sehingga kita melihat bahwa perpindahan makna dari makna asal ke makna kinayah, terjadi tanpa melakukan wasilah atau perantara berupa lafadz-lafadz yang lainnya.
b.      Kinayah Ba’idah
Dalam kinayah jenis ini, perpindahan makna dari makna pada lafadz-lafadz kinayah memerlukan lafadz-lafadz lain untuk menjelaskannya. Contohnya ada pada ungkapan “كثير الرماد” ungkapan di atas apada salnya bermakna; banyak abunya, kemudian digunakan sebagai bentuk kinayah untuk menyifati seseorang yang memiliki sifat dermawan.
Proses perpindahan dari makna asal kepada makna kinayah pada ungkapan ini memerlukan beberapa lafadz dan ungkapan lain untuk menjelaskannya. Urutan makna dari banyak abunya kepada sifat dermawan bisa dilihat dari ungkapan-ungkapan berikut :

o          Seseorang yag banyak abunya berarti banyak menyalakan api
o          Orang yang banyak menyalakan api berarti banyak memasak
o          Orang yang banyak memasak berarti banyak tamunya
o          Orang yang banyak tamunya biasanya orang yang dermawan[3]

·         Contoh Kinayah Shifat dalam Al-Qur’an:
Contoh dari al-Qur'an misalnya firman Allah swt yang menyebutkan sifat-sifat Rasulullah saw dalam surat Al-Ahzab: 45-46:
$pkšr'¯»tƒ ÓÉ<¨Z9$# !$¯RÎ) y7»oYù=yör& #YÎg»x© #ZŽÅe³t6ãBur #\ƒÉtRur ÇÍÎÈ   $·ŠÏã#yŠur n<Î) «!$# ¾ÏmÏRøŒÎ*Î/ %[`#uŽÅ ur #ZŽÏYB ÇÍÏÈ   

Artinya: "Wahaai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru kepada Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi".

2)                  Kinayah Mausuf
Suatu uslub disebut kinayah mausuf apabila yang menjadi maknu ‘anhu-nya atau lafadz yag di-kinayah-kannya adalah mausuf atau dzat. Lafadz-lafadz yang dikinayah-kan pada jenis kinayah ini adalah mausuf, seperti ungkapan “أبناء انيل “ yang bermakna ‘bangsa Mesir’. Ungkapan tersebut merupakan mausuf (dzat) bukan sifat.
Kinayah mausuf ada dua jenis, yaitu:
a.       Kinayah yang makny ‘anhu-nya diungkapkan hanya dengan satu ungkapan, seperti ungkapan “مَوْطِنٌ لِأَسْرَارِ “, sebagai kinayah dari lafadz “القلب”.
b.      Kinayah yang makny ‘anhu-nya diungkapkan dengan ungkapan yang banyak, seperti ungkapan “مُسْتَوى الْقَامَةِ عَرِيضً لِأَظْفارٍ حى “ sebagai kinayah dari lafadz “لإنسان”. Pada jenis kinayah ini, harus diikhususkan untuk mausuf, tidak untuk yang lainnya.

·         Contoh Kinayah Maushuf dalam Al-Qur’an
Contoh dari al-Qur'an misalnya firman Allah swt mengenai kinayah tentang bahtera dalam surat Al-Qamar: 13:
çm»oYù=yJymur 4n?tã ÏN#sŒ 8yºuqø9r& 9Žß ßŠur ÇÊÌÈ  

Artinya: "Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku".


3)                  Kinayah Nisbah
Suatu bentuk kinayah dinamakan kinayah nisbah apabila lafadz yang menjadi kinayah bukan merupakan sifat dan bukan pula merupakan mausuf, akan tetapi merupakan hubungan sifat kepada mausuf.
Contoh:
الْمَجْدُ بَيْنَ ثَوْبِيِكَ # وَالْكَرَمُ ملءبرديك
Artinya :
“keagungan berada di kedua pakaianmu, dan kemuliaan itu memenuhi kedua baju burdamu”.
Pada syi’ir di atas, pembicara bermaksud menisbahkan keagungan dan kemuliaan orang yang diajak bicara. Namun, ia tak dapat menisbatkan kedua sifat itu secara langsung kepadanya, melainkan kepada sesuatu yang berkaitan dengannya, yakni dua pakaian dan dua selimut. Kinayah yang berupa penisbatan seperti ini dinamakn kinayah nisbah.

Contoh Kinayah Nisbah dalam Al-Qur’an
Contoh dari al-Qur'an misalnya firman Allah swt  Q.S. Al-Isra’ : 29
Ÿwur ö@yèøgrB x8ytƒ »'s!qè=øótB 4n<Î) y7É)ãZãã Ÿwur $ygôÜÝ¡ö6s? ¨@ä. ÅÝó¡t6ø9$# yãèø)tFsù $YBqè=tB #·qÝ¡øt¤C ÇËÒÈ  
29. Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya[852] karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.

[852] Maksudnya: jangan kamu terlalu kikir, dan jangan pula terlalu Pemurah.
Menurutnya frasa dalam kalimat “tanganmu terbelenggu pada lehermu” bukan merupakan metafora yang biasa, melainkan sebuah metonomie. Arti dari frasa tersebut adalah “jangan kikir”. Hal serupa juga diberlakukan pada kalimat “jangan terlalu mengulurkannya” yang berarti jangan tabdzir.



[1]  Sumber: http://thalekang.blogspot.com/2013/11/makalah-balaghah-al-kinayah.html diunggah pada hari minggu (09/06/2014)
[2]  Dikutip dari makalah Yayan Nurbayan, Perbedaan Pemahaman Ayat-ayat Kinayah dalam Al-Qur’an dan Implikasi Hermeneutiknya, hlm. 16
[3]   Ali Al-Jarim  dan Mustafa Usman, 2006, Terjemahan Al-Balaghatul Waadhihah, hlm 174

No comments:

Post a Comment