MAKALAH
KONSEP DAN
TEORI PENDIDIKAN KARAKTER
Tentang:
HUBUNGAN
KEPRIBADIAN MANUSIA DENGAN KARAKTER
Oleh:
Angga Hardianto
NIM. 211017011
Dosen
Pembimbing:
Dr. H. Masnur
Alam, M.PdI
NIP. 19560215
198603 1 003
FAKULTAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
KERINCI
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
HUBUNGAN KEPRIBADIAN MANUSIA DENGAN
KARAKTER:
Definisi dan Aspek-aspek Kepribadian
(Kepribadian Yang Sehat, Sakit dan Dewasa), Dinamika Kepribadian (Sikap, Sifat,
Temperamen dan Watak), Kesehatan Mental (Karakteristik dan Gangguan Kesehatan
Mental),
Karakter Sebagai Pembentuk
Kepribadian Manusia,
Kepribadian Manusia Perspektif
Pendidikan Islam.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Nabi Muhammad SAW, merupakan pribadi yang memiliki karakter yang perlu
diteladani. Bahkan Allah SWT, menetapkan bahwa Nabi Muhammad SAW, sebagai suri
teladan yang baik:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ
أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ
اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S.
Al-Ahzab (33) : 21)
Bung Karno sebagai salah satu bapak pendiri bangsa (founding fathers) dalam
berbagai kesempatan mengingatkan bangsa Indonesia akan pentingnya Kepribadian
dan karakter.
Pembangunan watak bangsa sangat diperlukan, tidak hanya bersifat horizontal
tetapi juga bersifat vertikal. Dengan karakter yang tangguh, bangsa Indonesia
akan dapat berdiri sejajar dengan bangsa lain, bahkan bukan tidak mungkin dapat
melampaui kemajuan bangsa lain. Cita-cita mulia sebagaimana dirumuskan oleh
para pendiri bangsa,yaitu mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur, bukanlah impian kosong.
"Cita-cita mulia ini memberi dorongan kepada bangsa Indonesia untuk
mewujudkan tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945,
yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta dalam mewujudkan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dankeadilan
sosial.[1]
Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai
sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia
tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting. Hal ini sesuai dengan
UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan
nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan
nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk di sekolah harus
diselenggarakan secarasistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik
sehinggamampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi
dengan masyarakat.
Melihat masyarakat Indonesia lemah sekali dalam penguasaan softskill. Untuk
itu penulis menulis makalah ini, agar pembaca tahu betapa pentingnya pendidikan
karakter bagi semua orang, khususnya bangsa Indonesia sendiri
1.2. Rumusan Masalah
a.
Jelaskan hubungan kepribadian manusia dengan karakter.
b.
Jelaskan aspek-aspek kepribadian (kepribadian yang sehat, sakit dan dewasa)
c.
Jelaskan dinamika kepribadian (sikap, sifat, tipe, temperamen dan watak)
d.
Jelaskan tentang kesehatanmental (karakteristik dan gangguan kesehatan
mental)
e.
Jelaskan tentang karakteristik sebagai pembentuk kepribadian manusia.
f.
Jelaskan tentang kepribadian manusia perspektif pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Hubungan kepribadian manusia dengan karakter
Kepribadian dalam bahasa Inggris
yaitu Personality. Kata personality
sendiri berasal dari bahasa Latin
yaitu Persona yang berarti topeng yang digunakan oleh para aktor dalam
suatu permainan atau pertunjukan. Disini para aktor menyembunyikan
kepribadiannya yang asli, dan menampilkan dirinya sesuai dengan topeng yang
digunakannya.
Dalam
kehidupan sehari-hari, kata kepribadian digunakan untuk menggambarkan:
a. Identitas diri, jati diri
seseorang, seperti: “Saya seorang yang terbuka” atau “Saya seorang pendiam
b. Kesan umum seseorang tentang diri
anda atau orang lain,sepert: “Dia agresif” atau “Dia jujur”.
c. Fungsi-fungsi kepribadian yang
sehat atau bermasalah,seperti: “Dia baik” atau “Dia pendiam”.[2]
Karakter adalah
nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai
kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik
terhadap lingkungan) yang terpatri dalam diri dan terwujud dalam prilaku.
Karakter memancar
dari hasil olahpikir, olahhati, olahraga, serta olahrasa dan karsa seseorang
atau sekelompokorang.[3]
Hubungan antara kepribadian dan
karakter dapat diilustrasikan sebagai sebuah gunung
es. Puncak gunung es (kepribadian) adalah apa yang pertama kali
dilihat
orang. Meskipun citra, teknik, dan keterampilan bergaul dapat
mempengaruhi keberhasilan penampilan anda, bobot dari efektivitas yang
sesungguhnya terletak pada karakter yang baik.
Karakter dalam khasanah Islam sering disebut dengan tabiat, sedangkan
kepribadian dalam khasanah islam sering disebut juga akhlaq. Akhlaq menurut Al
Ghazali, terdiri dari empat tatanan. Tatanan pertama disebut dengan kepandaian
yaitu kondisi jiwa yang dengannya kebenaran dapat dibedakan dari kesalahan.
Kedua adalah keseimbangan yaitu suatu
kondisi jiwa peningkatan serta penurunan rasa marah dan syahwat yang dapat
dikendalikan dan membawanya pada putusan akal. Tatanan ketiga adalah
keberanian yang merupakan induknya daya, sedangkan yang
terakhir adalah kesederhanaan yaitu
terdisiplinnya daya syahwat oleh akal dan hukum.
2.2. Definisi dan aspek-aspek
kepribadian (kepribadian yang sehat, sakit dan dewasa),
a.
Kepribadian yang sehat
Kepribadian adalah kata yang
begitu umum dipakai di dunia Psikologi, kepribadian seseorang bisa dinilai dari
kemampuannya memperoleh reaksi-reaksi dari berbagai orang dalam berbagai
keadaan. Untuk definisi kepribadian hampir bisa dikatakan tidak ada suatu
kesepakatan definisi dari keseluruhan pandangan yang pernah dilontarkan.
Menurut Allport (1937) ia menemukan bahwa ada hampir 50 definisi berbeda yang
digolongkannya kedalam sejumlah kategori. Allport sendiri memandang
“kepribadian merupakan apa orang itu sesungguhnya”.
Sehat merupakan bagian dari harta
manusia yang tak ternilai harganya. Sehat merupakan anugerah dari Sang Maha
Pencipta untuk makhluk hidup melakukan perbuatan mulia sehingga sehat dapat di
pandang indah untuk selalu disandang oleh individu yang sadar akan hal
tersebut.
Maslow mengatakan bahwa
kepribadian yang sehat adalah Individu yang dapat mengaktualisasikan dirinya.
Individu yang sehat adalah individu yang dapat mengaktualisasikan diri dengan
baik dan imbang, yang artinya mengaktualisasikan diri secara optimal. Mereka
dapat kebutuhan untuk memenuhi potensi-potensi yang mereka miliki dan
mengetahui dan memahami dunia sekitar mereka. [4]
Adapun Kepribadian yang sehat,
yaitu perilaku yang mengarah pada aktualisasi diri:
1. Menjalani hidup dengan penyerapan
dan konsentrasi sepenuhnya.
2. Mencoba hal-hal baru ketimbang
bertahan pada cara-cara yang aman dan tidak berbahaya.
3. Lebih memperhatikan perasaan diri
dalam mengevaluasi pengalaman ketimbang suara tradisi, otoritas, atau
mayoritas.
4. Jujur ; menghindari kepura-puraan
dalam “bersandiwara”.
5. Memikul tanggung jawab.
6. Bekerja keras untuk apa saja yang
ingin dilakukan.
7. Mencoba mengidentifikasi
pertahanan diri dan memiliki keberanian untuk menghentikannya.
b.
Kepribadian yang sakit
Kepribadian yang sakit merupakan
cerminan dari karakter yang tidak baik.
Adapun kepribadian
yang sakit, ditandai dengan bebrapa hal:
1.
Mudah marah (tersinggung)
2.
Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan
3.
Sering merasa tertekan (stress atau depresi).
4.
Bersikap kejam atau senang mengganggu orang
lain yang usianya lebih muda atau terhadap binatang
5.
Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku
menyimpang meskipun sudah diperingati atau dihukum
6.
Kebiasaan berbohong
7.
Senang mengkritik/ mencemooh orang lain
8.
Kurang memiliki rasa tanggung jawab
9.
Sering mengalami pusing kepala (meskipun
penyebabnya bukan faktor yang bersifat organis)
10. Kurang memiliki kesadaran untuk
mentaati ajaran agama
11. Pesimis dalam menghadapi kehidupan
12. Kurang bergairah (bermuram durja)
dalam menjalani kehidupan
c.
Kepribadian yang dewasa
Dalam diri individu yang dewawa
kita menemukan seorang pribadi yang tingkah lakunya ditentukan oleh sekumpulan
sifat yang terorganisasi dan harmonis. Penentu utama tingkah laku dewasa yang
masak adalah seperangkat sifat yang terorganisir dan seimbang yang mengawali
dan membimbing tingkah laku sesuai dengan psinsip otonomi fungsional.
Tidak semua orang dewasa mencapai
kematangan penuh. Ada individu-individu yang sudah dewasa namun
motivasi-motivasinya masih bersifat kekanak-kanakan. Rupanya tidak semua orang
dewasa bertingkah laku mengikuti prinsip-prinsip yang jelas dan rasional. Akan
tetapi sejauh mana mereka menghindari motivasi-motivasi yang tidak disadari dan
sejauh mana sifat-sifat mereka tidak lagi berhubungan dengan sumber-sumber yang
berasal dari masa kanak-kanak memang bisa dijadikan ukuran normalitas dan
kematangan mereka. Hanya dalam diri individu yang sangat tergantung kita
menemukan orang dewasa yang bertingkah laku tanpa menyadari apa sebabnya ia
bertingkah laku demikian, yang tingkah lakunya lebih erat berhubungan dengan peristiwa-peristiwa
yang terjadi pada masa kanak-kanak daripada dengan peristiwa-peristiwa yang
terjadi kini atau pada masa yang akan datang.
Adapun ciri-ciri atau kriteria
dari kerpibadian yang dewasa menurut Allport yaitu :
1.
Perluasan diri. Artinya hidupnya tidak boleh terikat secara sempit pada
sekumpulan aktifitas yang erat hubungannya dengan kebutuhan-kebutuhan dan
kewajiban-kewajiban pokoknya. Harus dapat mengambil bagian dan menikmati
macam-macam aktivitas yang berbeda-beda.
Salah satu aspek dari perluasan
diri adalah proyeksi ke masa depan, yakni merencanakan dan mengharapkan.
2.
Kemampuan menjalin hubungan yang hangat dengan orang lain, baik dalam
bentuk hubungan yang mendalam maupun tidak mendalam, memiliki dasar rasa aman
dan menerima dirinya sendiri.
3.
Filsafat hidup. Walaupun individu itu harus dapat obyektif dan bahkan
menikmati kejadian-kejadian dalam hidupnya, namun mestilah ada latar belakang
yang mendasari segala sesuatu yang dikerjakannya, yang memberinya arti dan
tujuan. Religi merupakan salah satu hal yang penting dalam hal ini.
4.
Kemampuan menghindari reaksi berlebihan terhadap masalah (Emotional
security).
5.
Realistic perceptions, skill, assignments, kemampuan memandang orang, obyek
dan situasi seperti apa adanya, kemampuan dan minat memecahkan masalah ,
memiliki keterampilan yang cukup untuk menyelesaikan tugas yang dipilihnya,
dapat memenuhi kebutuhan ekonomi kehidupan tanpa rasa panic, rendah diri, atau
tingkah laku destruksi diri lainnya.
2.3. Dinamika kepribadian (sikap, sifat, temperamen
dan watak)
A. Sikap
Sikap atau
yang dalam bahasa inggris disebut attitude adalah suatu cara bereaksi terhadap
suatu perangsang. Suatu kecendrungan untuk bereaksi dengan cara tertentu
terhadap suatu situasi yang dihadapi. Bagaimana reaksi seseorang jika ia
terkena sesuatu rangsangan baik mengenai orang, benda-benda, ataupun
situasi-situasi yang mengenai dirinya.
Jalaluddin Rakhmat ( 1992 : 39 ) mengemukakan lima pengertian sikap, yaitu:
1.
Sikap
adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan
kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek
sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi,
atau kelompok.
2.
Sikap mempunyai daya penolong atau
motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah
orang harus pro atau kontra terhadap
sesuatu; menentukan apa yang disukai, diharapkan,
dan diinginkan, mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari.
3.
Sikap lebih menetap. Berbagai studi
menunjukkan sikap politik kelompok cenderung
dipertahankan dan jarang mengalami pembahan.
4.
Sikap mengandung aspek evaluatif: artinya mengandung nilai menyenangkan atau
tidak menyenangkan.
5.
Sikap
timbul dari pengalaman: tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar. Karena itu sikap dapat diperteguh
atau diubah.
Dari beberapa pengertian di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang
menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan
tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan
sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang
sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi.
B.
Sifat
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, “Sifat” diartikan:
Rupa dan keadaan yang tampak pada suatu benda.[5]
Kata “sifat”
dalam istilah psikologi, berarti ciri-ciri tingkah laku yang tetap (hampir
tetap) pada seseorang. Untuk mengetahui sifat-sifat seseorang yang sebenarnya,
memerlukan waktu dan proses pergaulan yang lama, disamping pengetahuan
psikologi sebagai dasarnya. Tergesa-gesa menentukan sifat tertentu pada
seseorang adalah suatu perbuatan yang ceroboh dan sering kali menimbulkan salah
terka.
Secara
sederhana, sifat merupakan ciri-ciri tingkah laku atau perbuatan yang banyak
dipengaruhi oleh faktor-faktor dari dalam diri seperti pembawaan, minat,
konstitusi tubuh, dan cenderung bersifat tetap/stabil.
C. Temperamen
Tempramen
adalah gaya-prilaku karakteristik individu dalam merespon sesuatu yang
dipengaruhi oleh konstitusi tubuhnya, misalnya cairan darah. Ada 4 golongan
menurut keadaan zat-zat cair yang ada dalam tubuh, yaitu:
1.
Sanguinisi (yang banyak darahnya),
sifatnya periang, gembira, optimis, lekas berubah-ubah stemming-nya.
2.
Kolerisi (yang banyak empedu
kuningnya), sifatnya garang, hebat, lekas marah , agresif.
3.
Flegmatisi (yang banyak lendirnya),
sifatnya lamban, tenang, tidak mudah berubah.
4.
Melankolisi (banyak empedu
hitamnya), sifatnya muram, tidak gembira, pesimistis.
D. Watak
Watak adalah
struktur batin manusia yang tampak pada kelakuan dan perbuatannya, yang
tertentu dan tetap. Ia merupakan ciri khas dari pribadi orang yang
bersangkutan. Allport beranggapan
bahwa watak dan kepribadian adalah satu dan sama, akan tetapi, dipandang
dari segi yang berlainan. Kalau orang hendak mengadakan penilaian (jadi
mengenakan norma), maka lebih tepat dipakai istilah “watak”; tapi
kalau bermaksud menggambarkan bagaimana adanya (jadi tidak melakukan
penilaian) lebih tepat dipakai istilah “kepribadian.”
Kerchensteiner
mengemukakan sebagai berikut: “watak ialah keadaan jiwa yang tetap, tempat
semua perbuatan, kemauan ditetapkan/ditentukan oleh prinsip-prinsip yang ada
dalam alam kejiwaan.”
Jadi menurut
Kerchensteiner watak manusia terbukti dalam kemauan dan perbuatannya.
Kerchensteiner membagi watak manusi menjadi dua bagian, yakni watak biologis
dan watak intelijibel. Watak biologis mengandung nafsu/dorongan insting yang
rendah, yang terikat kepada kejasmanian atau kehidupan biologisnya. Watak
biologis ini tidak dapat diubah dan dididik. Sedangkan watak intelijibel ialah
yang bertalian dengan kesadaran dan intilijensi manusia. Watak ini
mengandung fungsi-fungsi jiwa yang tinggi, seperti: kekuatan kemauan, kemauan
membentuk pendapat atau berpikir, kehalusan dan perasaan.
2.4. Kesehatan mental (karakteristik dan gangguan
kesehatan mental)
Kesehatan mental adalah kondisi ketika batin
kita berada dalam keadaan tentram dan tenang, sehingga memungkinkan kita untuk
menikmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang lain di sekitar.
Seseorang yang bermental sehat dapat
menggunakan kemampuan atau potensi dirinya secara maksimal dalam menghadapi
tantangan hidup, serta menjalin hubungan positif dengan orang lain.
Karakteristik kesehatan mental
A.
Karakteristik Personal
Kartini Kartono (2000:82-83),
mengemukakan empat ciri-ciri khas pribadi yang bermental sehat meliputi:
1.
Ada koordinasi dari segenap usaha dan potensinya, sehingga orang mudah
melakukan adaptasi terhadap tuntutan lingkungan, standar, dan norma sosial
serta perubahan social yang serba cepat.
2.
Memiliki integrasi dan regulasi terhadap struktur kepribadian sendiri
sehingga mampu memberikan partisipasi aktif kepada masyarakat.
3.
Dia senantiasa giat melaksanakan proses realisasi diri (yaitu mengembangkan
secara riil segenap bakat dan potensi), memiliki tujuan hidup, dan selalu
mengarah pada transendensi diri, berusaha melebihi keadaan yang sekarang.
4.
Sehat lahir dan batinnya, tenang harmonis kepribadiannya, efisien dalam
setiap tindakannya, serta mampu menghayati kenikmatan dan kepuasan dalam
pemenuhan kebutuhannya.[6]
Selain itu,
karakteristik personal dari kesehatan mental adalah memiliki fisik yang sehat.
Diakatakan sehat bila secara fisiologis (fisik) terlihat normal tidak cacat,
tidak mudah sakit, tidak kekurangan sesuatu apapun
Kemampuan fisik
adalah kemampuan tugas-tugas yang menuntut stamina keterampilan, kekuatan, dan
karakteristik serupa. Penelitian terhadap berbagai persyaratan yang dibutuhkan
dalam ratusan pekerjaan telah mengidentifikasi sembilan kemampuan dasar yang
tercakup dalam kinerja dari tugas-tugas fisik. Setiap individu memiliki
kemampuan dasar tersebut berbeda-beda.
B.
Karakteristik Intelektual
Karakteristik intelektual ini
berkaitan erat dengan kemampuan individu untuk memanfaatkan potensi yang
dimilikinya dalam kegiatankegiatan yang positif dan konstruktif bagi
pengembangan kualitas diri manusia. Pemanfaatan itu seperti dalam kegiatan —
kegiatan belajar, bekerja, berorganisasi, pengembangan hobi dan berolahraga.
Menurut Syamsu Yusuf (1987);
Kartini Kartono dan Jenny Andari (1989); WHO dari segi Intelektual
karakteristik kesehatan mental itu adalah:
1.
Mampu berpikir realistik dan objektif
2.
Bersifat kreatif dan inovatif
3.
Bersifat terbuka dan fleksible, tidak difensif.
4.
Memiliki kemampuan belajar dari pengalaman hidup.
C.
Karakteristik Sosial
Sehat secara sosial dapat
dikatakan mereka yang bisa berinteraksi dan berhubungan baik dengan sekitarnya.
Mampu untuk bekerja sama. Dalam hal ini individu diharapkan secara aktif
berupaya memenuhi hakhak pribadi tanpa melupakan atau melanggar hak-hak orang
lain. Segala aktivitasnya ditunjukkan untuk mencapai kebahagiaan bersama. Dalam
hal ini manusia harus memegang prinsip bahwa tidak akan mengorbankan hak-hak
orang lain demi kepentingannya sendiri di atas kerugian orang lain.
D.
Karakteristik Emosional
Menurut Goleman emosional
merupakan hasil campur dari rasa takut, gelisah, marah, sedih dan senang. Emosi
menurut kebanyakan orang adalah keadaan seseorang yang sedang marah, padahal
sebenarnya emosi itu tidak hanya pada saat seseorang marah saat bahagia pun itu
juga disebut emosi. Kemarahan bisa juga disebut emosi negatif sedangkan senang
bisa disebut emosi positif.
Jadi emosi dapat dikatan bentuk
pengekpresikan diri dimana seseorang dapat mengendalikan situasi secara
emosional baik itu positif maupun negative tergantntung individu itu menghadapi
masalah. Bila individu itu dapat dengan baik mengendalikan emosi itu secara
positive maka secara langsung perkembangan kesehatan mentalnya dapat dikatakan
dengan baik.
Kesadaran emosi (emotional
literacy) yang bertujuan membangun rasa percaya diri pribadi melalui pengenalan
emosi yang dialami dan kejujuran terjadap emosi yang dirasakan. Kesadaran emosi
yang baik terhadap diri sendiri dan orang lain, sekaligus kemampuan untuk
mengelola emosi yang dikenalnya, membuat seseorang dapat menyalurkan energi
emosinya ke reaksi yang tepat dan konstruktif.
Kebugaran emosi (emotional
fitness) yang bertujuan mempertegas antusiasme dan ketangguhan untuk menghadapi
tantangan dan perubahan. Hal ini mencakup kemampuan untuk mempercayai orang
lain serta mengelola konflik dan mengatasi kekecewaan dengan cara yang paling
konstruktif.
Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa Orang yang sehat secara emosi dapat terlihat dari kestabilan
dan kemampuannya mengontrol dan mengekspresikan perasaan (marah, sedih atau
senang) secara tidak berlebihan. Mampu mengendalikan diri
E.
Karakteristik Moral Keagamaan
Menurut Syamsu Yusuf (1987) dari
segi keagamaan, karakteristik kesehatan mental itu diantaranya:
1.
Beriman kepada Allah dan taat mengamalkan ajaran-Nya
2.
Jujur, amanah (bertanggung jawab) dan ikhlas dalam beramal
3.
Berusaha untuk mengembangkan potensi dirinya secara positif karena ia sadar
hal tersebut merupakan anugrah dari Tuhan
4.
Menanamkan moralitas dan rasa adil dalam diri serta memberikan manfaat bagi
sekelilingnya
Gangguan kesehatan mental
Banyak
hal yang dapat kita pelajari dan amati dari bagaimana cara menyimpulkan bahwa
seseorang telah mengalami gangguan mental maupun ketidakwajaran dalam tingkah
laku serta kehidupan. Menurut beberapa kalangan gangguan mental adalah istilah
awam untuk merujuk pada berbagai macam perilaku menyimpang seseorang yang
seringkali juga disebut sebagai perilaku abnormal
Seseorang
bisa dikatakan mengalami gangguan mental apabila:
1.
Tingkah lakunya tidak sesuai dengan pola
kehidupan masyarakat pada umumnya, semua itu dikarenakan obsesi terhadap suatu
keadaan yang ingin dicapainya.
2.
Mempunyai tingkat kreatifitas luar biasa
tinggi yang membuat masyarakat di sekitarnya tidak bisa memahami dan mengerti
jalan pikirannya, sehingga seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri.
3.
Sering bahkan selalu melakukan kegiatan
maupun membicarakan hal yang tidak bisa dicapainya serta menganggap dirinya
telah berhasil menjadi apa yang diimpikan. Hal ini dibarengi dengan sikap
pemberontakan jika ada yang mengingatkan dan membicarakan tentang kegagalannya.
Dari ketiga ciri utama diatas
dapat kita simpulkan bahwa kata gangguan mental tidak hanya dipakai untuk
mendefinisikan suatu penyakit penyempitan nadi otak saja, namun lebih dari itu
kata gangguan mental juga disematkan kepada suatu kebiasaan dan prilaku yang
dianggap menyimpang dari tatanan kehidupan bermasyarakat.
Namun demikian, dari ketiga ciri
tersebut poin c menjadi fokus utama penanggulangan oleh dunia medis dan
masyarakat kita saat ini, mengingat proses penyempitan ini sudah jelas
merupakan suatu penyakit, sedangkat poin a dan b hanyalah suatu pola pikir
serta kemampuan otak yang berbeda dari kebanyakan orang
Seorang psikolog bernama Linda De Clerq dalam bukunya Tingkah Laku Abnormal dari Sudut Pandang Perkembangan (1994), menunjukkan empat kriteria yang bisa dipakai untuk memilah suatu kegangguan mentalan:
Seorang psikolog bernama Linda De Clerq dalam bukunya Tingkah Laku Abnormal dari Sudut Pandang Perkembangan (1994), menunjukkan empat kriteria yang bisa dipakai untuk memilah suatu kegangguan mentalan:
Pertama, penyimpangan dari norma statistik, di mana yang dijadikan
ukuran adalah apakah perilaku seseorang itu menyimpang dari kebanyakan orang
pada umumnya. Contohnya adalah apabila IQ rata-rata kebanyakan orang adalah 100, maka mereka yang mempunyai IQ di
bawah 100 termasuk dalam kategori tidak normal. Di sini patokannya adalah
frekuensi statistik.
Kedua, penyimpangan dari norma
sosial. Yang dijadikan dasar dalam kriteria ini adalah norma-norma sosial yang
berlaku dalam masyarakat. Dalam masyarakat yang memiliki norma sosial bahwa
orang harus menggunakan tangan kanan untuk memberikan sesuatu kepada orang
lain, orang yang menggunakan tangan kirinya akan dianggap tidak normal. Patokan
ini tentunya sangat bergantung pada masyarakat tertentu.
Ketiga, ketidakmampuan adaptasi
tingkah laku.
2.5. Karakter sebagai pembentuk
kepribadian manusia
Sebagaimana yang telah kita ketahui, bahwa karakter dan kapribadian adalah
hal yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain.
Pembentukan kepribadian pada hakikatnya
merupakan bagian integral dari pembangunan karakter bangsa. Pendidikan karakter
yang diarahkan untuk pencapaian tujuan pendidikan nasional (Pasal 3
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional), yaitu
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Keberhasilan pembentukan kepribadian dalam
pendidikan karakter perlu didukung oleh (1) komitmen dari seluruh pemangku
kepentingan dalam menyukseskan penyelenggaraan pendidikan karakter; (2)
konsistensi kebijakan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan karakter; (3)
keterpaduan dan keberlanjutan sIstem pengembangan program dan kegiatan
pendidikan karakter; (4) pengarusutamaan pendidikan karakter dalam system
pendidikan nasional; dan (5) penjaminan mutu pendidikan karakter; dan (6) peran
serta masyarakat dan dunia usaha secara aktif dalam pendidikan karakter.
2.6. Kepribadian manusia perspektif pendidikan
Islam
Menurut Ahmad Tafsir, manusia adalah makhluk
yang perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan. Lebih lanjut
beliau mengatakan bahwa manusia mempunyai banyak kecenderungan, ini disebabkan
oleh banykanya potensi yang dimiliki.[7]
Dalam pribadi manusia terdapat segumpal dalrah yang sangat berpengaruh
dalam menentukan pribadinya. Sebagaimana sabda Nabi:
...وَإِنَّ
فِيْ الْجَسَدِ مُضْغَة إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدَ كُلُّهُ ، وَإِذَا
فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدَ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبِ
Ketahuilah bahwa didalam jasad manusia ada segumpal daging, jika segumpal
daging itu baik, maka baiklah seluruh jasad, dan apabila daging itu rusak, maka
rusaklah seluruh jasad. Ketahuialah, bahwa sesungguhnya itu adalah hati.[8] (HR Bukhari no. 52, Muslim no. 1599)
Secara implisit, Al-Qur’an menginformasikan bahwa manusia memiliki tiga
aspek pembentuk totalitas yang secara tegas dapat dibedakan, namun secara pasti
tidak dapat dipisahkan, ketiga aspek itu adalah:
1.
Jismiyah
2.
Ruhaniyah
3.
Nafsiyah
Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah
ayat 1-20 Allah menjelaskan tentang kepribadian manusia, disini ada tiga
kepribadian manusia yakni kepribadian orang beriman, kepribadian orang kafir,
dan kepribadian orang munafik.
BAB III
PENUTUP
3.1. Keimpulan
Hubungan antara kepribadian dan karakter dapat diilustrasikan
sebagai sebuah gunung es. Puncak gunung es
(kepribadian) adalah apa yang pertama kali dilihat
orang.
Didalam diri manusia terdapat segumpal daging, yang
sangat berpengaruh terhadap kepribadian manusia itu sendiri.
Lebih lanjut, disebutkan bahwa manusia terdiri dari tiga
aspek yang sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia, yaitu jasmani, rohani
dan nafsi.
3.2.
Saran
Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembacanya, dan bernilai ibadah bagi penulis/penyusunnya.
Selanjutnya, saya menyadari bahwa manusia tidak terlepas dari khilaf dan
salah, dan saya juga menyadari bahwa banyak kekurangan dalam menyusun makalah
yang sederhana ini karena keterbatasan ilmu dan materi yang kami miliki.
Untuk itu, kritik dan saran sangat saya harapkan agar kami bisa lebih baik
dalam menyusun makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI. (2008) Al-Qur’an
dan Terjemahannya, Bandung: CV. Penerbit Diponegoro
Nawawi, Hadits Arba’in, (2013)Semarang: Pustaka Nuun.
Handoyo ,Iko dan Tijan (2010) . Model Pendidikan Karakter , Semarang
: Widya Karya Press.
Syamsu Yusuf, (2007), Teori Kepribadian, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Anas Salahudin, (2013), Pendidikan Karakter, Bandung: Pustaka Setia
Fahmi Idrus, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya:
Greisinda Pres)
Kartini Kartono (2000), Hygiene Mental, Bandung: CV. Mandar Maju
Ahmad Tafsir, (2005) Ilmu Pendidikan Islam Perspektif Islam, (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2005, hlm. 34
[1] Handoyo ,Iko dan Tijan. 2010 . Model Pendidikan Karakter (Semarang :
Widya Karya Press, 2010, hlm. 1
[2] Syamsu Yusuf, Teori Kepribadian, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 3
[3] Anas Salahudin, Pendidikan Karakter,
(Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm. 42
[4] Op. Cit . hlm. 161
[5] Fahmi Idrus, Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia, (Surabaya: Greisinda Pres), hlm. 155
[7] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam
Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005) hlm. 34
[8] Nawawi, Hadits Arba’in, (Semarang:
Pustaka Nuun, 2013) hlm. 10
No comments:
Post a Comment